Surabaya (ANTARA News) - Departemen Pekerjaan Umum (PU) menyatakan bertanggungjawab atas tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung, Cirendeu, Tangerang, Banten, yang menewaskan 98 orang dan ratusan lainnya hilang, Jumat (27/3) lalu.

"Sesuai undang-undang, situ itu jadi tanggung jawab pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen PU. Tentu kami akan berbuat yang terbaik," kata Menteri PU, Djoko Kirmanto, di Surabaya, Senin.

Saat ini Departemen PU telah melakukan langkah-langkah darurat bersama tim penanggulangan bencana membantu membersihkan puing-puing bangunan dan jenazah korban yang belum diketemukan.

"Sedang bagi para pengungsi yang kesulitan air dan lain sebagainya, kami sudah menyiapkan hydrant-hydrant umum," katanya saat ditemui usai seminar di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu.

Selanjutnya, Departemen PU akan menyusun perencanaan untuk melakukan perbaikan situ secara permanen dengan mengumpulkan sejumlah ahli perencanaan bangunan.

"Kami punya Komisi Keamanan Bendungan. Tadi malam salah satu anggota komisi itu telah saya panggil, mungkin Kamis (2/4) depan semua anggota akan kami kumpulkan, untuk membicarakan, bagamaimana penanganan masalah ini," katanya menjelaskan.

Menurut dia, Badan Litbang PU saat ini sedang memulai membuat desain perbaikan Situ Gintung secara permanen. Selain itu tim tersebut nantinya menginventarisasi semua situ, termasuk waduk baik besar maupun kecil, mengenai kemungkinan adanya perumahan atau permukiman di kawasan yang dinyatakan berbahaya.

"Saya yakin di daerah hilir Situ Gintung itu bukan satu-satunya kawasan berbahaya yang dijadikan pemukiman. Mungkin hal ini terjadi di tempat-tempat lain. Di Jawa Tengah banyak waduk yang seperti itu," katanya mengungkapkan.

Oleh sebab itu menteri mengingatkan semua pihak mejadikan tragedi Situ Gintung sebagai pengalaman bersama.

"Kami harapkan peristiwa ini sebagai pengalaman. Pemanfaatan ruang harus betul-betul disiplin. Selama ini tata ruang yang dibuat pemda mudah terlanggar. Dengan pengalaman ini mudah-mudahan kita semua, sadar bahwa, memang kalau melanggar aturan itu akan berbahaya," katanya.

Dibangun Belanda

Ia menceritakan, Situ Gintung dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda sekitar tahun 1930-an. Pembangunan itu dimaksudkan untuk mengairi sawah di sekitarnya.

"Makanya di situ ada dua pintu, satu ke kiri dan satunya ke kanan. Di tengah ada bangunan, namanya spill way atau pelimpah. Sekarang situ itu tidak dipakai lagi karena sawahnya sudah jadi kota, jadi pemukiman dan perumahan," kata Djoko Kirmanto.

Sehingga waduk itu pun berubah fungsi menjadi lahan konservasi sekaligus untuk kegiatan wisata.

"Karena hujan lebat di luar kebiasaan. Air yang mengalir dalam waktu yang sangat dekat itu besar sekali, maka spill way yang ada di sana, tidak cukup lagi. Maka tidak hanya melewati pelimpah, tapi juga melewati tanggul yang tidak ada perkuatannya," katanya.

Di atas pelimpah yang jebol itu ada rumah dan bangunan yang cukup besar yang bisa memperlemah kondisi tanggul, sehingga pada saat terkena gerusan, rumah dan bangunan itu ikut hancur dan terjadilah bencana itu.

"Awalnya situ itu lebar, namun lama-lama menyempit terdesak oleh bangunan pemukiman. Oleh sebab itu, kami akan melakukan penertiban," katanya menambahkan.

Dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh Departemen PU pada tahun 2008, tidak terlihat adanya tanda-tanda kelainan. "Oleh sebab itu, pada tahun 2008 di atas tanggul itu ada jogging track supaya orang bisa melihat waduk itu dengan baik. Jogging track agar tidak ada pemukiman yang mendesak-desak ke dalam," kata Menteri PU.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009