"Situ Gintung sebenarnya sudah kami periksa pada 2008 ternyata kondisinya masih aman. Kebijakan untuk memeriksa kondisi bendungan, waduk, situ dilaksanakan setiap satu tahun sekali sesuai Permen PU No. 72 tahun 1992," ujar Iwan saat ditemui wartawan di Jakarta, Senin.
Menurut Iwan, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane sebagai pihak yang bertanggungjawab sudah melaksanakan tugas memeriksa kondisi Situ Gintung pada 2008.
"Sebagai bukti kami sudah membangun jogging track di sekeliling Situ Gintung yang berarti di sekelilingnya sudah dilaksanakan pemeriksaan, sehingga jebolnya tanggul disebabkan derasnya curah hujan saat itu," ujarnya.
Iwan mengatakan, banyaknya korban jiwa akibat jebolnya tanggul di Situ Gintung disebabkan padatnya rumah penduduk di sekitarnya, bahkan menempati anak sungai dari Situ yang bermuara ke Kali Pesanggrahan.
"Mereka menempati anak sungai sehingga yang semula lebarnya 5 - 7 meter, menjadi tinggal sekitar 1,5 meter saja karena air dari salurah pelimpah (spill way) yang masuk memang selama ini sedikit," ujarnya.
Iwan mengatakan, rumah yang menempati anak sungai dari Situ Gintung itu merupakan satu RW sendiri sehingga dapat dibayangkan padatnya lokasi di sekitar kawasan itu serta dapat dibayangkan korban jiwa saat tanggul jebol.
Mengenai adanya laporan keretakan tanggul pada 2007 melalui Dinas Tata Air Pemprov. Tangerang, Iwan secara tegas menyatakan, selama ini tidak ada laporan yang masuk, kalau ada pasti sudah dikerjakan saat itu juga.
Jebolnya tanggul disebabkan kapasitas waduk yang seharusnya 1,5 juta meter kubik mendapat tambahan debit air 102 meter kubik per detik akibat hujan sangat deras sehingga air melimpah (over topping) sampai 1,5 meter.
Iwan juga mengatakan, pihaknya sengaja tidak menempatkan tenaga pengawas di lokasi situ karena fungsi situ bukan lagi irigasi akan tetapi sebagai kawasan konservasi.
"Saat ini perbaikan darurat sudah dilaksanakan melalui pemasangan beronjong untuk memperkuat tanggul, sementara bendung yang jebol sementara ini dibiarkan sehingga fungsinya sebagai sungai biasa," ujarnya.
Iwan mengakui pemerintah tidak kuasa menata kawasan karena sebelum diberlakukan UU Tata Ruang No. 26 tahun 2007 lokasi tersebut sudah padat penduduk bahkan ada rumah di lokasi jebolnya tanggul yang menempel di tanggul sehingga melemahkan konstruksi.
Ia menawarkan dua opsi untuk situ gintung yakni tetap dijadikan kawasan konservasi hanya saja spill way (saluran pelimpah) ditempatkan jauh di daerah hulu, serta opsi kedua menjadi sungai biasa dengan konsekuensi masyarakat sekitar akan kesulitan air tanah.
Kedua opsi ini memiliki konsekuensi untuk memindahkan masyarakat dari lokasi berbahaya ke lokasi lain yang lebih aman, meski upaya ini sulit karena warga yang terkena musibah sudah mengantongi sertifikat tanah dan bangunan, jelasnya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009