Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menerapkan sanksi pidana terhadap Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang tidak patuh terhadap ketentuan Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), UU Nomor 25 tahun 2003.
Langkah tegas diambil mengingat tahapan sosialisasi dan pendekatan yang dilakukan dalam enam tahun terakhir dinilai sudah cukup, demikian keterangan tertulis PPATK yang diterima di Jakarta, Senin.
Selain itu, dari hasil audit kepatuhan yang dilakukan PPATK selama ini, ditemukan fakta bahwa masih banyak PJK yang tidak menyampaikan laporan sesuai ketentuan.
Ketidakpatuhan PJK dalam melaporkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU TPPU.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa: Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Disadari bahwa masuknya sejumlah dana ke dalam suatu sistem keuangan sangat penting bagi kelangsungan industri jasa keuangan, karena bisnis inti dari lembaga keuangan adalah uang itu sendiri. Dalam sudut pandang ini, maka tidak menjadi penting apakah uang itu berasal dari tindak pidana atau bukan. PJK berada dalam ranah bisnis keuangan, bukan pada ranah penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan.
Hal ini menyebabkan kampanye menolak uang hasil kejahatan masuk ke dalam sistem keuangan menjadi kurang populer bagi para pelaku bisnis jasa keuangan.
Namun mengingat risiko masuknya uang hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan yang bersifat global berakibat negatif terhadap integritas dan stabilitas sistem keuangan, langkah efektif yang dapat dilakukan PJK harus dapat mendeteksi transaksi yang melibatkan uang yang diduga berasal dari tindak pidana atau setidak-tidaknya transaksi dengan kategori tidak wajar berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Setelah transaksi tersebut terdeteksi, harus dipastikan bahwa transaksi tersebut dilaporkan kepada PPATK yang memiliki kewenangan dan kemampuan melakukan analisis transaksi keuangan untuk selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum agar dapat ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Selain itu, harus dipastikan pula bahwa uang hasil tindak pidana tersebut tidak akan dapat dipindahkan atau diambil kembali oleh pelaku kejahatan melalui suatu sistem yang antara lain meliputi pemblokiran, penyitaan, dan perampasan. Dengan metode ini diharapkan bisnis jasa keuangan dapat terus hidup, kejahatan dapat ditekan, sementara hukum dan keadilan juga dapat ditegakkan.
Penerapan sanksi pidana ini juga diharapkan agar PJK dapat menerapkan ketentuan UU TPPU dan menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer) yang merupakan bagian dari prinsip kehati-hatian untuk dapat menghindarkan PJK dari risiko reputasi, risiko operasional, risiko hukum dan risiko kensentrasi. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009