Jakarta (ANTARA) - Sejumlah provinsi mulai Senin (16/3) meliburkan sekolah, dari jenjang TK, SD, SMP dan SMA hingga Senin (30/3). Langkah itu diambil untuk mengantisipasi penyebaran virus corona jenis baru atau COVID-19 di lingkungan lembaga pendidikan.
Pemerintah daerah meliburkan sekolah, meskipun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah mengeluarkan surat edaran pencegahan penyebaran COVID-19 di satuan pendidikan.
Sebagai gantinya, pembelajaran yang biasanya dilakukan di sekolah diubah menjadi di rumah. Siswa tetap mengerjakan semua tugas sekolah meski berada di rumah. Orang tua yang juga bekerja dari rumah diminta untuk mengawasi proses belajar anak selama berada di rumah.
Meski terlihat menyenangkan, pembelajaran di rumah bukanlah sesuatu yang mudah bagi para orang tua.
"Ini anak-anak belajar di rumah jadi orang tua yang sibuk. Aku stres banget nih jadi pengawas. Materinya banyak banget," ujar Mesya, seorang wali murid.
Selama libur 14 hari tersebut, sekolah memberikan sejumlah tugas pada siswa. Setiap hari tugas tersebut dikirimkan kepada gurunya melalui surat elektronik.
Mesya mengaku stres karena anaknya, Satrio, terlalu santai dalam mengerjakan tugas. Sementara gurunya sudah mengumumkan siapa saja yang belum mengumpulkan tugas.
"Rupanya dia pegang HP (gawai) sambil main game," katanya sambil tertawa.
Selama belajar di rumah, sistem pembelajaran di sekolah anaknya masih seperti biasa. Bedanya hanya melalui kelas dalam jaringan (daring). Tidak menggunakan seragam, dan mengerjakan tugas sambil ngemil.
"Aduh pusing, mana tugas-tugasnya pakai bahasa Inggris semua. Terpaksa aku pakai Google Translate," ujar Mesya sambil tertawa.
Orang tua murid lainnya, Hilmi, mengatakan anaknya yang duduk di kelas satu juga mendapat tugas dari sekolahnya.
"Sabiq (anaknya) dikasih pekerjaan rumah (PR) halaman 2-13. Mulai jam ngerjain, jam 9 selesai. Enaknya, habis itu sudah selesai enggak ada belajar lagi," kata Hilmi.
Berebut gawai
Orang tua murid lainnya, Inung, mengatakan tidak semua orang tua bisa menyediakan fasilitas bagi anaknya belajar di rumah. Pasalnya banyak wali murid yang mengeluhkan belajar di rumah, karena tidak semua anak memiliki gawai.
"Masih mendingan kalau anaknya punya HP sendiri-sendiri. Tadi pagi ngobrol sama ibu-ibu belanja sayuran, katanya anaknya tiga SD semua tidak punya HP. Jadi pakai HP ibunya, langsung 'hang'," kata Inung.
Inung mengatakan menjadi pengawas bagi anak yang belajar di rumah memiliki tantangan tersendiri, yakni bagaimana disiplin dengan waktu.
"Ibunya teriak-teriak, soal jam tadarus sekolah. Eh anaknya belum selesai sarapan, belum mandi," ujar Inung.
Padahal di grup WhatsApp sekolah, wali kelas sudah teriak jam tadarus. Bagi yang sudah harus melaporkannya.
Belum lagi saat ibunya megang gawai untuk melihat tugas sekolah dikira anaknya main gawai. Anaknya pun ingin ikutan main gawai.
"Disuruh baca buku tematik delapan, halaman 7 sampai 23. Baru lima menit, katanya udah kelar. Apa saking pintarnya ya, masak sekian halaman hanya lima menit selesai," cerita ibu dua anak itu.
Anaknya yang duduk di jenjang SMA, lanjut Inung, sepakat menggunakan Google Classroom. Satu kelas udah sepakat. Namun giliran gurunya yang tidak bisa pakai. Jadi, selain kesiapan orang tua, belajar di rumah itu juga memerlukan kesiapan guru.
Baca juga: Presiden: Pelajar tetap belajar di rumah, jangan main ke warnet
Pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengatakan belum semua guru yang siap menerapkan pembelajaran daring.
"Belum semua guru siap menjalankan pembelajaran daring. Banyak guru yang kebingungan bagaimana pembelajaran daring tersebut," kata Indra.
Indra mengatakan dengan adanya penerapan daring karena adanya bencana non-alam tersebut, maka akan kelihatan bagaimana kualitas guru sesungguhnya.
"Sekarang kebongkar semua kan, kalau pelatihan guru yang menghabiskan dana Rp900 miliar pada tahun lalu tidak efektif," ucap Indra.
Dukung kebijakan pemda
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan pihaknya mendukung kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang meliburkan sekolah karena khawatir dengan penyebaran COVID-19.
Baca juga: Lima platform online untuk belajar di rumah
"Dampak penyebaran COVID-19 akan berbeda dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Kami siap dukung kebijakan yang diambil pemda. Keamanan dan keselamatan peserta didik serta guru dan tenaga kependidikan itu yang utama," ujar Nadiem.
Nadiem menambahkan Kemendikbud siap untuk mendukung implementasi penundaan Ujian Nasional (UN) jika diperlukan. Hal itu demi memastikan keamanan dan keselamatan semua warga sekolah.
Mendikbud mengapresiasi langkah proaktif yang dilakukan di semua lini pemerintahan daerah serta mitra di kalangan swasta.
"Kemendikbud siap dengan semua skenario, termasuk penerapan bekerja bersama-sama untuk mendorong pembelajaran secara daring (dalam jaringan) untuk para siswa," kata dia.
Baca juga: Gubernur putuskan siswa di Jabar belajar di rumah selama 2 pekan
Kemendikbud mengembangkan aplikasi pembelajaran jarak jauh berbasis portal dan android Rumah Belajar. Portal Rumah Belajar dapat diakses di belajar.kemdikbud.go.id. Beberapa fitur unggulan yang dapat diakses oleh peserta didik dan guru di antaranya Sumber Belajar, Kelas Digital, Laboratorium Maya, dan Bank Soal. Rumah Belajar dapat dimanfaatkan oleh siswa dan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) sederajat.
Nadiem juga mengapresiasi sejumlah perusahaan pembelajaran daring dalam memberikan akses layanan pembelajaran pada siswa.
Mendikbud menjelaskan, saat ini kerja sama penyelenggaraan pembelajaran secara daring dilakukan dengan berbagai pihak. Beberapa pihak yang fokus mengembangkan sistem pendidikan secara daring antara lain Google Indonesia, Kelas Pintar, Microsoft, Quipper, Ruangguru, Sekolahmu, dan Zenius.
Sejumlah mitra menyatakan kesanggupannya untuk berkontribusi menyelenggarakan sistem belajar secara daring. Setiap platform memberikan fasilitas yang dapat diakses secara umum dan gratis.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020