Jakarta (ANTARA News) - Banyak pihak menyayangkan kemungkinan berpisahnya dwitunggal Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jusuf Kalla (SBY-JK) pada Pemilihan Presiden 2009. "Mereka adalah pasangan pemimpin ideal, saling mengisi. Kami ingin mereka tetap bersatu menjadi negarawan," kata pendiri Institut Lembang Sembilan, Alwi Hamu. Institut Lembang Sembilan adalah lembaga yang berusaha keras agar SBY-JK dipertahankan dalam pemilu nanti. Alwi dan lembaganya melihat ada upaya-upaya untuk memisahkan dwitunggal SBY-JK baik dari pihak Yudhoyono maupun Kalla. "Ada yang berusaha menurunkan derajat SBY-JK dari negarawan menjadi politikus. Ini bahaya buat masa depan bangsa," ujar Alwi kepada pers. Bagi orang-orang seperti Alwi, duet SBY-JK merupakan pasangan yang pas. SBY cenderung hati-hati saat mengambil keputusan. Adapun Kalla lebih cepat bergerak. Ibaratnya, JK adalah gas, dan SBY remnya. Jika perjalanan pemerintahan ditamsilkan sebagai sebuah mobil, maka ia membutuhkan kombinasi gas dan rem. Kalau gas tanpa rem, perjalanan pemerintahan sangat berbahaya. Bisa celaka akibat tak terkendali. Sebaliknya, jika rem semuanya, mobil bisa mogok, tidak bisa jalan. Orang juga menilai SBY-JK ideal karena dua tokoh ini memiliki kepribadian unik yang berbeda tetapi sebetulnya saling melengkapi. JK yang cenderung pragmatis dikenal sebagai "man of action", sementara SBY yang penuh gagasan dan idealisme dikenal sebagai "man of ideas". Ada yang berfikir dan ada yang bertindak. Klop! Dari segi latarbelakang keduanya juga saling mengisi. SBY adalah jenderal dengan latarbelakang sosial politik yang kuat. Sebagai tentara, SBY kental dengan idiom-idiom militer seperti kedaulatan wilayah NKRI, persatuan dan kesatuan, dan stabilitas nasional. Sebaliknya JK adalah saudagar yang punya naluri ekonomi dan bisnis yang sudah terbukti handal. Sebagai pengusaha, JK pandai melihat peluang bisnis dan memajukan ekonomi. Saling melengkapi Dari berbagai segi, SBY-JK saling mengisi dan saling melengkapi. Seperti dikemukakan para pengamat, kombinasi dwitunggal ini, sebetulnya terbaik untuk bangsa. Survei-survei pun membuktikan, jika pasangan SBY-JK maju lagi, hampir bisa dipastikan mereka terpilih lagi. Tapi persoalan-persoalan internal di Partai Demokrat dan di Partai Golkar menjadikan dinamika politik berkembang ke arah lain. Persoalan internal partai itu, seperti dikemukakan pengamat politik Eep Saifulloh Fatah, adalah Kalla dikelilingi sejumlah politikus Partai Golkar yang mencita-citakan kekuasaan lebih besar bagi partai berlambang beringin itu dalam lembaga eksekutif selepas Pemilu 2009. Sementara di Partai Demokrat ada politikus yang "over confident" (terlalu percaya diri) bahwa tanpa Golkar dan Kalla, SBY bisa digjaya sendiri. Ini yang membuat SBY-JK, kedua pemimpin yang pada Pilpres 2004 maju dengan slogan "Bersama Kita Bisa", kini seolah berdiri di persimpangan jalan. Masing-masing, seperti diberitakan di media, seolah-olah akan menempuh jalannya sendiri-sendiri. Padahal, pekerjaan keduanya belum selesai. Masih banyak tugas yang belum dituntaskan. Perjuangan memberantas kemiskinan, memerangi kebodohan, menjaga NKRI dan memerangi korupsi --yang menjadi fokus utama program pemerintahan SBY-JK-- baru separuh jalan. Sudah ada keberhasilan dan kemajuan, namun pembangunan jelas membutuhkan waktu. SBY-JK bukan Bandung Bondowoso yang bisa membangun seribu candi dalam satu malam. Mereka bukan juga David Copperfield, yang bisa menyulap dan menjadikan apa saja, hanya dengan mengucap mantra-mantra simsalabim dan abrakadabra. Yang mereka perlukan adalah waktu dan kepercayaan untuk menuntaskan apa yang sudah dijanjikan dan dimulai. Dalam pertemuan dengan 11 pengamat politik di kediaman resminya di seberang Masjid Sunda Kelapa, Kalla mengatakan sangat yakin bahwa pemerintahan SBY-JK berada dalam jalur yang benar. "Jika diberi kesempatan lebih panjang, kami akan mengantar Indonesia pada kelimpahruahan ekonomi pada 2011," katanya. Artinya, di pihak Kalla sendiri, sebetulnya ada keyakinan bahwa tugasnya bersama SBY memimpin bangsa ini belum selesai untuk dengan selamat menggapai Indonesia 2011 itu. Jangan ganti pemimpin Jika saja SBY-JK tidak berpisah dalam Pilpres 2009, mereka sangat berpeluang untuk terpilih lagi. Mereka bisa berkampanye dengan slogan: "Don`t change horses in midstream!" (Jangan ganti kuda saat menyeberangi sungai). Maksudnya, jangan mengganti pemimpin saat mereka berada di tengah tugas maha penting yang belum selesai. Beri kesempatan untuk melanjutkan dan menuntaskan. Slogan ini yang membuat Abraham Lincoln terpilih kembali dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat tahun 1864. Ketika Lincoln dinominasikan sebagai calon presiden untuk masa jabatan kedua pada 9 Juni 1864, ia meminta rakyat Amerika Serikat untuk memberinya kesempatan menuntaskan misinya untuk menghentikan perang saudara dan mengakhiri perbudakan. Lincoln dalam setiap kampanye mengatakan, "Saya tidak meminta anda untuk memilih karena saya paling hebat atau orang terbaik di Amerika, tapi saya ingin anda memutuskan seperti kearifan peternak Belanda bahwa sangatlah tidak baik untuk mengganti kuda saat berada di tengah sungai". Lincoln adalah presiden ke-16 AS dari Partai Republik. Ia terpilih pada Pemilu 1860 dan berhasil membawa AS lepas dari krisis internal terbesar sepanjang sejarah AS, yaitu upaya separatisme dan pengakhiran perbudakan. Ia terpilih kembali pada masa jabatannya yang kedua pada Pemilu 1864. Begitu juga dengan SBY-JK. Apabila dwitunggal itu memiliki tugas maha penting bersama, yaitu menggapai Indonesia 2011 sebagaimana yang dicita-citakan, tentu rakyat akan memahami kearifan slogan Abraham Lincoln itu. Rakyat besar kemungkinan tidak akan mengganti kuda saat sungai belum seutuhnya terseberangi. SBY-JK juga bisa menggunakan slogan Presiden McKinley yang untuk kedua kalinya mengalahkan William J Bryan pada pemilu tahun 1900. Jika pengabdian pemerintahan diibaratkan jamuan makan, maka empat tahun pertama masa jabatan McKinley belum cukup untuk melayani rakyat makan malam dengan tuntas sehingga perut mereka kenyang. McKinley pun meminta diberikan waktu empat tahun lagi. Tim suksesnya kemudian merumuskan slogan kampanye yang unik dan menarik: "Four More Years of the Full Dinner Pail". Rakyat AS kemudian memberi kepercayaan kepada McKinley yang berpasangan dengan Theodore Roosevelt sebagai Wapres untuk masa jabatan yang kedua. Semuanya terpulang kepada SBY-JK sendiri. Kedua pemimpin itu yang tahu persis apa yang paling penting untuk dirinya dan untuk bangsanya. Semua kemungkinan masih terbuka. Apakah SBY-JK akan terus bersama atau berpisah, tentu akan segera ditemukan jawabannya setelah Pemilu 9 April 2009. "Time will tell", kata pepatah Inggris.(*)
Oleh Oleh Akhmad Kusaeni
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
Tolonglah antara bantu menyuarakan kepentingan Bangsa dan Rakyat Indonesia.
Bukan kepentingan partai dulu, karena kepentingan partai belum tentu sama dengan Kepentingan Rakyat Indonesia.