Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata pimpinan majelis hakim konstitusi, Mahfud MD, pada sidang pembacaan putusan uji materi UU Pemilu, di MK, Jakarta, Selasa (24/3).
Uji materi tersebut dimohonkan oleh Robertus, warga negara Indonesia, yang merasa dirugikan dengan pemberlakuan beberapa pasal yang terdapat dalam UU tersebut dan Pasal 58 huruf f UU Pemda yang mengatur seseorang tidak pernah dijatuhi pidana penjara lima tahun atau lebih, untuk dapat berpartisipasi dalam pemerintahan.
Pemohon sendiri pernah dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 365, dan Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Pemohon divonis sembilan tahun enam bulan penjara, dan dirinya berencana mencalonkan diri sebagai calon legislatif PDI-P untuk DPRD Lahat, Sumatera Selatan.
Majelis hakim menyatakan Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) UU Pemilu, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD).
"Menyatakan Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," katanya.
Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat itu, yakni, sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat, tidak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials), berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama 5 (lima) tahun sejak terpidana selesai menjalani
hukumannya, dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
"Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang," katanya.
"Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya," kata hakim konstitusi.
Dalam kesimpulannya, majelis hakim konstitusi menyatakan norma hukum "tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih" yang terkandung dalam Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g UU 10/2008 serta Pasal 58 huruf f UU 12/2008.
"Jika diberlakukan tanpa syarat-syarat tertentu dapat menegasi prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan serta melanggar hak seseorang atau warga negara atas perlakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang
sama di hadapan hukum, dan hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, yang pada hakikatnya merupakan moralitas hukum dan moralitas konstitusi," katanya. (*)
Editor: Guntur Mulyo W
Copyright © ANTARA 2009