Minsk (ANTARA News/Reuters) - Presiden Belarus Alexander Lukashenkomenawarkan bantuan keuangan kepada Abkhazia, Senin, namun belummenyebutkan kemungkinan untuk mengikuti jejak Rusia mengakui secararesmi wilayah separatis Georgia itu sebagai sebuah negara merdeka.

Lukashenko, yang telah lama dituduh oleh AS dan Uni Eropa menindaskebebasan fundamental, berusaha selama dua tahun ini untuk memperbaikihubungan dengan Barat sambil tetap menjaga hubungan tradisional kuatdengan Moskow.

Namun, ia menolak seruan-seruan Moskow agarmengakui Abkhazia dan Ossetia Selatan, seperti yang dilakukan Rusiasetelah konflik lima hari dengan Georgia tahun lalu. Negara-negaraBarat telah menyatakan menentang langkah Belarus memberikan pengakuanitu.

"Presiden Rusia dan saya telah membahas permasalahan dikawasan ini yang menyangkut perekonomian dan melibatkan Balarus," kataLukashenko seperti dikutip kantor pers presiden setelah pertemuannyadengan Sergei Bagapsh, pemimpin separatis Abkhazia.

"Banyakhal yang dibahas, sebagian besar ekonomi. Dan selalu adamasalah-masalah lain yang dibahas setelah mencapai kemerdekaan. Kamiakan senang jika partipasi Belarus bisa membantu mengatasi permasalahandi kawasan itu," katanya.

Lukashenko bertemu dengan PresidenRusia Dmitry Medvedev dua kali pekan lalu, namun tidak ada penjelasanterinci mengenai pembicaraan mereka.

Belarus, sebuah negarabekas republik Uni Sovyet yang berpenduduk 10 juta orang yang teletakantara Rusia dan tiga negara anggota Uni Eropa (EU), sejauh ini menolakseruan-seruan Rusia untuk memberikan pengakuian resmi kepada keduawilayah separatis Georgia itu.

Lukashenko menyatakan bahwahal itu terserah pada parlemen Belarus, yang setia pada presiden dantanpa satu anggota oposisi pun. Pertemuan parlemen dijadwalkanberlangsung mulai 2 April.

Abkhazia dan Ossetia Selatan, yangmemisahkan diri dari Georgia pada awal 1990-an, bergantung hampirsepenuhnya pada Rusia atas bantuan finansial, militer dan diplomatik.

Georgia dan Rusia tetap berselisih setelah perang singkat antara merekapada Agustus tahun lalu menyangkut Ossetia Selatan.

PasukanRusia memasuki Georgia untuk mematahkan upaya militer Georgia menguasailagi Ossetia Selatan pada 7-8 Agustus. Perang lima hari pada Agustusitu meletus ketika Tbilisi berusaha memulihkan kekuasannya dengankekuatan militer di kawasan Ossetia Selatan yang memisahkan diri dariGeorgia pada 1992, setelah runtuhnya Uni Sovyet.

OssetiaSelatan pada 11 Maret menyatakan akan mengizinkan pasukan Rusiamenggunakan wilayah tersebut untuk pangkalan militer selama 99 tahun.

Pemimpin Abkhazia Sergei Bagapsh juga mengatakan sebelumnya pada Maret,provinsi itu akan segera menandatangani sebuah perjanjian yangmengizinkan Rusia membangun sebuah pangkalan di wilayah separatis lainGeorgia itu untuk kurun waktu 49 tahun.

Rencana Rusia untuktetap menempatkan ribuan prajurit di Abkhazia dan Ossetia Selatan telahmembuat marah Tbilisi dan sekutu-sekutu Barat-nya, yang mengatakanbahwa hal itu melanggar gencatan senjata yang mengakhiri perang.

Pengakuan Moskow atas kemerdekaan kedua wilayah itu menyulut kecaman dari Georgia dan banyak negara Barat.

Rusia meresmikan pengakuannya atas kemerdekaan kedua wilayah Georgiayang memisahkan diri itu, Ossetia Selatan dan Abkhazia, pada 16 Januariketika Presiden Dmitry Medvedev menerima duta-duta besar pertama merekayang bersanding sejajar dengan para duta besar dari negara anggota NATO.

Nikaragua memberikan "pengakuan penuh" kepada republik-republikAbkhazia dan Ossetia Selatan sebagai "anggota baru komunitas negaramerdeka dunia".(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009