"Target kami, tahun ini penamaan dan verifikasi pulau-pulau di Indonesia, tuntas," kata Direktur Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil Ditjen Pesisir Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Alex SW Retraubun saat Sosialisasi Hukum Maritim "Konsekuensi Geopolitik Indonesia sebagai Negara Kepulauan" di Pontianak, Senin.
Ia mengatakan, survei dan penamaan terhadap pulau-pulau di Indonesia dilakukan sejak 2005. Sekitar lima persen saja pulau-pulau itu yang berpenghuni dan secara umum miskin infrastruktur.
Menurut dia, penamaan pulau berkaitan dalam rangka menjaga eksistensi ndonesia sebagai negara kepulauan.
Pada Konferensi PBB tentang Standardisasi Nama Geografi (UNCSGN) di Montreal, Kanada, tahun 1987, Indonesia mendapat teguran dari Ketua Sidang.
"Bahwa Laporan Nasional Indonesia harus memuat kegiatan pembakuan nama-nama pulau, bukan jumlahnya," kata Alex SW Retraubun.
PBB juga mengingkatkan adanya Resolusi UNCSGN No 4 Tahun 1967 tentang pembentukan lembaga penamaan geografi nasional sebagai otoritas untuk membakukan nama-nama geografi di tiap negara anggota.
Ia menambahkan, penamaan dan pembakuan nama pulau menjadi wujud tertib administrasi perpulauan Indonesia sesuai Resolusi PBB. Kemudian, memiliki nilai strategis, khususnya pulau terluar yang dijadikan titik dasar penarikan garis pangkal dari batas wilayah Indonesia.
Selain itu, untuk mengurangi konflik antarnegara dan daerah dengan memastikan adanya fungsi pemerintah di setiap pulau sebagai batas negara.
Pemerintah mengklaim memiliki 17.508 pulau dan kini berkurang empat karena hilang atau lepas kepemilikan. Namun, lanjut dia, tidak ada dokumentasi resmi yang diterbitkan Pemerintah.
"Lepasnya Sipadan Ligitan mungkin karunia dari Tuhan agar kita ingat pentingnya penamaan pulau," kata Alex SR Retraubun.
Ia mengatakan, biaya yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi nama-nama pulau tersebut sejak tahun 2005 belum mencapai Rp10 miliar. (*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009