Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengembalian uang sebesar Rp1,2 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan pada 2003.
"Kita menerima uang itu dari para saksi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin.
Menurut Johan, uang berjumlah Rp1,2 miliar itu diterima dari mantan Direktur Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Ahmad Hardiman sebesar Rp500 juta, dan dari dua pegawai Departemen Kesehatan Ida Ayu Shinta (Rp400 juta) dan Niken Irawati (Rp300 juta).
Johan menyatakan, para saksi yang menyerahkan uang itu mengaku tidak mengetahui apakah uang tersebut terkait dengan perkara dugaan korupsi di Departemen Kesehatan. Sampai saat ini, kata Johan, KPK masih meneliti apakah uang pengembalian itu terkait dengan perkara tersebut.
Untuk mengumpulkan alat bukti, tim KPK kembali melakukan penggeledahan di kantor rekanan Departemen Kesehatan yang terlibat dalam proyek pengadaan alat kesehatan pada tahun 2003. Menurut Johan, penggeledahan berlangsung di empat lokasi.
KPK telah menetapkan mantan Dirut PT Kimia Farma Gunawan Pranoto dan Dirut PT Rifa Jaya Mulya Rinaldi Yusuf sebagai tersangka proyek pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan tahun 2003. KPK juga menetapkan Kepala Biro Perencanaan Departemen Kesehatan, Mardiyono sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan tahun 2007.
KPK menduga telah terjadi aliran uang dalam proyek pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan tahun 2007.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah sebelumnya mengatakan, pemberian itu terkait dengan proses pengadaan alat kesehatan yang didistribusikan ke sejumlah daerah di Indonesia.
Chandra menjelaskan, KPK juga menduga telah terjadi penggelembungan harga dalam proyek pengadaan alat kesehatan itu. Proyek tersebut dilakukan pada 2007 dengan menggunakan Anggaran Belanja Tambahan.
Spesifikasi alat kesehatan dalam proyek tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan daerah terpencil. Menurut Chandra, spesifikasi alat kesehatan tersebut terlalu besar untuk dibagikan ke sejumlah daerah.
"Spek seperti itu dibutuhkan di rumah sakit besar," kata Chandra.
Selain itu, KPK juga menduga telah terjadi penunjukan rekanan secara langsung.
Proyek tersebut menggandeng PT Kimia Farma Trading sebagai rekanan. Namun pada praktiknya, perusahaan itu mengalihkan pengadaan kepada dua perusahaan lain.
Selain mengusut proyek di Depkes pada 2007 dan 2003, KPK juga menyelidiki proyek di Departemen Kesehatan pada 2005.
Proyek 2005 itu merupakan proyek pengadaan obat. Menurut Chandra, dugaan tindak pidana korupsi pada proyek tersebut dilakukan dengan modus yang kurang lebih sama dengan modus proyek 2007. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009