Jakarta (ANTARA News) - Tersangka dugaan suap Abdul Hadi Djamal mengatakan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mempengaruhi dan mendekati sejumlah anggota DPR untuk menyetujui kenaikan alokasi dana stimulus. "Yang ditugaskan oleh pemerintah itu pak Anggito untuk melobi satu-satu," kata Abdul setelah menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin. Abdul Hadi ditangkap oleh petugas KPK karena diduga menerima Rp54,5 juta dan 90 ribu dolar AS dari pengusaha Hontjo Kurniawan melalui pegawai Departemen Perhubungan, Darmawati. Abdul menjelaskan, penangkapan dirinya berawal dari rapat informal yang dihadiri oleh sejumlah anggota DPR, pegawai Departemen Keuangan, dan Bank Indonesia. Dia menyebut rapat itu menyetujui kenaikan dana stimulus dari Rp10,2 triulun menjadi Rp12,2 triliun. Anggito Abimanyu yang turut hadir dalam pertemuan itu telah melakukan pendekatan ke sejumlah anggota DPR. Menurut Abdul, Anggito meminta sejumlah anggota DPR untuk menggunakan kewenangan mereka dalam menyetujui usulan kenaikan dana stimulus yang disampaikan oleh pemerintah dalam waktu 1x24 jam. "Saya pertama kali dilobi pak Anggito di hotel Borobudur, masih bulan Januari 2009," kata Abdul. Abdul berharap, Anggito Abimanyu memberikan penjelasan yang sebenar-benarnya terkait hal itu. Dia juga meminta para koleganya di DPR yang hadir dalam rapat juga memberikan penjelasan. "Jadi teman-teman yang hadir, kalau memang hadir tidak usah khawatir, siap-siap saja dipanggil KPK," kata Abdul sambil tersenyum. KPK belum memanggil Anggito untuk dimintai keterangan, namun KPK sudah memanggil anggota DPR Enggartiasto Lukito dan Kabiro Perencanaan Departemen Perhubungan, Tunjung untuk dimintai keterangan. Sampai dengan pukul 18.26 WIB, menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, Enggartiasto Lukito belum memenuhi panggilan KPK. Menurut Johan, dalam waktu dekat, KPK akan memanggil beberapa orang terkait kasus tersebut, termasuk anggota DPR Jhonny Allen Marbun.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009