Beijing (ANTARA News) - Menaruh belatung pemakan daging ke luka menganga ternyata membersihkan luka jauh lebih cepat dibandingkan dengan perawatan normal, meskipun itu tak mengarah kepada kesembuhan yang lebih cepat.
Hasil ujicoba klinik yang diawasi untuk pertama di dunia mengenai penggunaan belatung sebagai obat pekan lalu memperlihatkan bagi sebagian pasien, terapi itu juga lebih menyakitkan.
Menurut studi yang disiarkan di dalam British Medical Journal, kedengarannya gagasan itu mengerikan, karena belatung memiliki sejarah panjang dalam bidang pengobatan.
Ahli bedah petempuran Napoleon sangat tertarik pada belatung, dan hewan tersebut dimanfaatkan selama Perang Saudara Amerika dan di dalam parit perlindungan dalam Perang Dunia I.
Yang paling belakangan, para ahli medis kembali telah berpaling kepada kemampuan penyembuhan hewan kecil itu, termasuk potensinya untuk mencegah infeksi berbahaya seperti "methicillin-resistant Staphylococcus ausreus (MRSA)"
Untuk mengetahui lebih banyak, para peneliti di University of York, Inggris, merekrut 267 pasien dengan borok yang berhubungan dengan urat darah halus di kaki dan merawat mereka dengan menggunakan belatung atau "hydrogel", produk standard pembersih luka.
Mereka tak menyaksikan perbedaan mencolok dalam hasil atau biaya.
"Kelihatannya tidak layak untuk melanjutkan penelitian pada kelompok pasien khusus ini, jika apa yang anda tuju ialah kesembuhan yang lebih cepat," kata peneliti Nicky Cullum dalam suatu wawancara telefon.
Belatung mungkin memiliki manfaat bagi beberapa bidang khusus, seperti menyiapkan pasien bagi operasi pemindahan kulit, kondisi pembersihan luka yang lebih cepat berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang operasi lebih cepat pula. Namun, pengukuhan cara itu akan memerlukan studi klinik lebih lanjut.
Terapi dengan menggunakan belatung berhasil karena belatung hanya memakan jaringan yang mati dan membusuk, sehingga luka jadi bersih. Hewan itu tak menggali jauh ke dalam daging yang sehat, dan memilih untuk saling memangsa ketika mereka kehabisan makanan. (*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009