Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jakarta Raya menyarankan Pemerintah Provinsi DKI mengevaluasi kebijakan pembatasan transportasi publik untuk antisipasi penyebaran virus corona (COVID-19) yang menimbulkan dampak signifikan pada antrean penumpang sejak diberlakukan Senin.

"Secara resmi kami akan bersurat kepada Pemprov DKI, tapi kalau Pemprov DKI siang ini bisa melakukan evaluasi dan mengubah kebijakannya menurut kami itu lebih baik," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta.

Teguh mengatakan, tim Ombudsman Jakarta Raya telah melakukan pemantauan di sejumlah Halte TransJakarta dan Stasiun MRT maupun Kereta Api Listrik (KRL).

Pantauan dilakukan di Stasiun MRT Lebak Bulus, Halte TransJakarta Ragunan, Halte Setiabudi dan Stasiun KRL Tanggerang.
"Hasil pantauan di lapangan memang ada penumpukan yang luar biasa di sana," kata Teguh.

Teguh menilai, kebijakan Pemprov DKI Jakarta mengurangi frekuensi transportasi publik sebagai kebijakan yang salah.

Baca juga: Halte Transjakarta Pasar Baru normal
Baca juga: Perubahan layanan Transjakarta dinilai ganggu aktivitas

Seharusnya, lanjut dia, dalam situasi saat ini justru frekwensi transportasi publik diperbanyak untuk mengurangi penumpukan orang dalam satu tempat dan satu waktu.

Terlebih, sejumlah Halte TransJakarta belum memberlakukan pengecekan suhu tubuh pengguna layanan sebagaimana diamanatkan dalam protokol kesehatan mencegah penyebaran COVID-19.

"Dikhawatirkan ketika Transjakarta memberlakukan pengukuran suhu tubuh setiap stasiun, maka antrean orang dalam satu tempat dan satu waktu akan lebih banyak lagi," kata Teguh.

Teguh menyarankan Pemprov DKI segera melaksanakan rapat pimpinan melakukan evaluasi terhadap apa yang terjadi pagi dan siang tadi tadi di sejumlah sarana transportasi publik sehingga sore ini bisa ada koreksi.

Hendaknya, lanjut Teguh, Pemprov DKI menambah frekuensi layanan bukan malah mengurangi frekuensi layanan transportasi publik.

"Karena khawatir akan ada penumpukan penumpang lagi ketika frekuensi TransJakarta dan MRT dikurangi dan ini menyebabkan potensi bersentuhan orang menjadi lebih besar," kata Teguh.

Baca juga: Aturan jaga jarak antrean picu keributan di Halte Pulogadung
Baca juga: Antrean penumpang "mengular" di Halte TransJakarta UKI

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan kebijakan membatasi jumlah penumpang transportasi umum yang akan masuk tempat tunggu untuk menurunkan potensi penyebaran COVID-19 di ruang publik mulai Senin (16/3).

"Nanti di Stasiun MRT akan ada pembatasan jumlah orang masuk stasiun, di Halte TransJakarta juga akan dilakukan pembatasan untuk mengurangi potensi interaksi yang dekat, yang ada potensi penularan," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, Minggu (16/3).

Menindak lanjuti hal itu, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) melakukan pengetatan rute layanan sebagai antisipasi terhadap penyebaran COVID-19 dengan menyediakan layanan hanya di 13 rute untuk Bus Rapid Transit (BRT) yang tersebar di 13 koridor.

Humas PT TransJakarta, Nadia Disposanjoyo mengatakan, pihaknya melakukan pembatasan operasional armada dalam rangka meminimalkan dampak penularan COVID-19 pada fasilitas transportasi publik di Jakarta.

"Modifikasi pola operasi itu guna membatasi interaksi atau jarak antarpenumpang (social distancing) di angkutan umum," katanya.

Kebijakan ini berlaku pada 16-30 Maret 2020 menyusul imbauan Pemprov DKI Jakarta dalam upaya memutus penyebaran Covid-19.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020