Brussels (ANTARA News/AFP) - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, kemarin, menyatakan tidak ada bukti bahwa Iran mencoba mengembangkan senjata nuklir dan mendesak Barat menghormati serta berhubungan dengan Republik Islam itu. "Bahkan tidak ada bukti bahwa Iran memutuskan membuat bom," katanya pada konferensi Forum Brussels, di samping ketua kebijakan luar negeri Eropa Bersatu Javier Solana, yang atas nama negara besar memimpin perundingan untuk mengekang niat nuklir Teheran. Lavrov menyatakan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa, Badan Tenaga Atom Dunia (IAEA), merupakan yang terbaik untuk mengamati kegiatan Iran dan memutuskan kemungkinan negara itu mencoba secara tersembunyi mengembangkan senjata dengan samaran kegiatan damai. "Selama bekerja di Iran, IAEA mengamati semua alur, yang menghasilkan uranium diperkaya rendah untuk membuat bahan bakar betul-betul memprihatinkan, karena kemungkinan mengembangkan bom," katanya. Pengayaan uranium dilakukan untuk membuat bahan bakar untuk pembangkit nuklir, tapi pada tingkat tinggi dapat dipakai guna menghasilkan inti senjata atom. "Untuk mengubahnya menjadi uranium tingkat senjata, Anda perlu melakukan manipulasi, yang dengan segera diketahui oleh kamera," kata Lavrov. Tanggapannya itu muncul sesaat sesudah Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengeluarkan pesan video kepada Iran, menawarkan membuka bab baru dalam hubungan dengan Republik Islam tersebut. Kedua negara itu tidak mempunyai hubungan diplomatik sejak 1980. "Iran harus ditangani sebagai bagian pemecahan dan bukan masalahnya," kata Lavrov. "Perundingan, rasa hormat dan keterlibatan Iran di semua bidang, termasuk pembicaraan keamanan dengan Iran dalam semua persoalan di Timur Tengah, Pakistan, Afghanistan, Irak, Libanon," katanya. Rusia, anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, secara umum menolak pendekatan garis keras terhadap Iran, yang diambil mantan Presiden Amerika Serikat George W Bush, dan membantu Teheran membangun pembangkit listrik tenaga nuklir. Menteri Luar Negeri Turki Ali Babacan pada Kamis menyarankan Barat menghormati Iran sebagai negara dengan sejarah dan budaya penting serta menyelenggarakan pembicaraan dengannya dalam kedudukan sama. "Masalah nuklir Iran adalah salah satu yang paling penting antara Iran dengan Barat. Turki percaya bahwa setiap negara berhak memiliki tenaga nuklir damai. Barat, tentu saja, memandang kegiatan nuklir Iran dengan keraguan dan mereka memiliki keprihatinan," katanya. "Sejak awal, Ankara percaya bahwa kebijakan tekanan atas Iran dan penyingkirannya adalah keliru dan satu pihak tak dapat memperoleh hasil apa pun darinya. Jadi, Turki menyarankan teman di Barat dan Amerika Serikat menyelesaikan masalah itu hanya melalui perundingan," kata Babacan dalam wawancara langsung dengan stasiun televisi Turki, Saluran 7. Ia juga menggaris-bawahi kunjungan Presiden Turki Abdullah Gul ke Teheran dan pertemuannya dengan Pemimpin Kerohanian Iran Ayatollah Ali Khamenei, Presiden Mahmoud Ahmadinejad dan Menteri Luar Negeri Manouchehr Mottaki di antara Temu Puncak ke-10 Badan Kerjasama Ekonomi. Babacan menegaskan bahwa pembicaraan mesti ditambah dengan penghormatan. "Sehubungan dengan itu, kata hormat mesti digaris-bawahi dan Iran mesti menjadi pihak dituju dalam kedudukan sama. Kami memberitahu Barat untuk duduk di meja perundingan dengan negara tersebut sebagai satu pihak dengan kedaulatan sama," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009