Bethlehem, Tepi Barat (ANTARA News) - Berbagai acara diadakan di Tepi Barat Sungai Jordan pada Sabtu untuk menandai pemilihan Jerusalem sebagai "ibu kota budaya Arab" sedangkan Israel melarang acara tersebut di Kota Suci yang dipersengketakan itu.
AFP melaporkan, jalan-jalan di Bethlehem di sebelah selatan Jerusalem dipenuhi bendera negara-negara Arab menjelang peluncuran resmi festival budaya.
Presiden Palestina Mahmud Abbas dan Perdana Menteri Salam Fayyad menerima para pejabat dari Marokko, Tunisia, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Jordania sebelum menghadiri upacara di sebuah auditorium yang dibuat seperti Kota Tua.
Pemerintah Otonomi Palestina telah mengatur kegiatan budaya di beberapa lokasi untuk merayakan proklamasi kota itu sebagai ibukota budaya Arab tahun ini.
Para menteri kebudayaan Arab telah memberi nama pada suatu kota setiap tahun sejak 1996. Damaskus telah menyandangnya tahun 2008.
Tetapi polisi Israel berikrar "akan mencegah setiap usaha Palestina untuk mengadakan kegiatan resmi" di Jerusalem, dan pada Sabtu bala bantuan polisi ditempatkan sepanjang bagian timur kota itu.
Pihak yang berkuasa juga mendirikan barikade sepanjang rute menuju kompleks Masjid Al Aqsa --tempat suci ketiga Islam-- dan mencegah anak-anak muda memasuki kawasan tersebut yang sering menjadi tempat aksi unjuk rasa.
Media Israel melaporkan bahwa 11 orang ditahan di Jerusalem. Juru bicara kepolisian tak dapat segera dimintai konfirmasi tentang jumlah itu.
Kepolisian Israel juga menyita bendera dan spanduk yang terkait dengan acara tersebut. Di suatu tempat pecah aksi protes kecil yang dilakukan puluhan orang, kata juru kamera AFP.
Di bagian lain Jerusalem Timur, anak-anak di sebuah sekolah Jerman melepaskan balon berwarna merah, putih, hijau dan hitam --warna bendera Palestina-- sebelum polisi menghentikan aksi mereka, kata seorang koresnponden AFP.
Dalam suatu insiden lain, tiga karyawan Universitas Al Quds di Jerusalem ditahan karena membagai-bagikan kaos yang mengiklankan acara itu, demikian radio Israel.
Israel, yang mencaplok Jerusalem Timur setelah mendudukinya pada Perang enam-hari tahun 1967, melarang setiap kegiatan resmi Palestina di kota itu, yang dipandang negara Yahudi itu sebagai ibukota "abadi dan tak terbagi".
Masyarakat internasional tak pernah mengakui klaim Israel atas Jerusalem Timur, yang diinginkan pihak Palestina sebagai ibu kota negara masa depan mereka yang dijanjikan.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009