Untuk memujudkan fungsi pengawasan dan koordinasi terhadap hal di atas Komisi II rencananya pada Selasa, 17 Maret 2020 akan memanggil dan berkoorfinasi dengan BKAD dan OPD teknis lainnya untuk mendesakan kebijakan tersebut
Kulon Progo (ANTARA) - Komisi II DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, segera memanggil Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) untuk membahas kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) yang mulai diberlakukan sejak awal 2020 yang menyebabkan keresahan warga.
Ketua Komisi II DPRD Kulon Progo Priyo Santoso di Kulon Progo, Senin, mengatakan penerapan hasil kajian NJOP di Kulon Progo yang dilaksanakan UGM Yogyakarta pada 2017 memicu keresahan di tengah masyarakat karena ada kenaikan NJOP tanah yang signifikan yang penerapannya dilakukan pada 2020.
"Untuk memujudkan fungsi pengawasan dan koordinasi terhadap hal di atas Komisi II rencananya pada Selasa, 17 Maret 2020 akan memanggil dan berkoorfinasi dengan BKAD dan OPD teknis lainnya untuk mendesakan kebijakan tersebut," kata Priyo.
Ia mengatakan kenaikan NJOP sangat berpengaruh pada pengurusan tanah waris di mana warga akan dilenakan BPHTB 5 persen dari nilai NJOP setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) sebesar Rp300 juta.
"Bagi warga yang akan mengurus balik nama waris akan dikenakan BPHTB 5 persen dari NJOP yang baru. Ini tentu memberatkan bagi masyarakatnya khususnya warga miskin di Kulon Progo," katanya.
Priyo mengatakan pelaksanaan PBB P2 sendiri sudah disikapi dengan adanya Perbub Nomor 94 Tahun 2019, sehingga kenaikan pajaknya tidak signifikan yaitu rata rata 19 persen dari nilai pajak tahun sebelumnya.
Untuk itu, Komisi II DPRD Kulon Progo akan merekomendasi dan meminta pemkab ada kebijakan khusus terhadap hal ini, khusus warga miskin yang terdata dalam basis data terpadu (BDT) untuk bisa diberikan keringanan yang maksimal terhadap kewajiban BPHTB syukur bisa di bebaskan.
"Warga kurang mampu sangat resah akibat kebijakan ini," katanya.
Sebelumnya, Kepala BKAD Kulon Progo Triyono mengatakan mulai 2020 ini, Pemkab Kulon Progo memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
"Pada awal 2020 ini merupakan masa transisi pemberlaluan tarif baru Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang lama ke NJOP baru sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2019," kata Triyono.
Ia mengatakan pada 2017, Pemkab Kulon Progo menggandeng Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan survei NJOP dengan mengambil sampel di Kecamatan Wates. Hasil survei disebutkan NJOP dipastikan alan naik dengan kisaran 2.000 persen hingga 3.000 persen.
Hasil survei PSEKP UGM bila diterapkan akan memberatkan masyarakat, dan dapat dipastikan akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Sehingga pada 2019, Pemkab Kulon Progo bersama DPRD Kulon Progo mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan.
"Pada perda lama NJOP dimulai dari Rp10 juta, maka dengan perda yang baru NJOP sebesar Rp30 juta. Artinya, masyarakat yang mempunyai tanah dan bangunan yang nilainya di bawah Rp30 juta tidak dikenakan PBB," kata Triyono.
Baca juga: Pemkab Kulon Progo dinilai lambat tertibkan tambak udang
Baca juga: DPRD Kulon Progo dorong pemkab revitalisasi UMKM
Pewarta: Sutarmi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020