Kabul, (ANTARA News) - Sebanyak 33 gerilyawan tewas di beberapa pertempuran sengit dalam tahun ini di Afghanistan, akibat meningkatnya aksi kekerasan kelompok gerilyawan tersebut, kata militer Amerika Serikat di sini Jum`at.
Pihak militer AS mengatakan, 30 gerilyawan tewas pada Kamis di provinsi bergejolak Helmand, di beberapa distrik, di mana seorang anggota parlemen terkemuka anti Taliban tewas di dalam satu serangan bom mereka pada hari yang sama, demikian diwartakan AFP.
Jumlah korban terbanyak dari satu bentrokan tunggal ini diumumkan oleh pihak militer dalam lebih dari dua bulan terakhir, saat Afghanistan meningkatkan pertempurannya dengan kelompok Taliban yang berkaitan dengan Al Qaidah, setelah bulan-bulan musim dingin lalu.
Pada 7 Januari, pihak militer AS mengatakan bahwa pasukan koalisi menewaskan 32 pemberontak dalam satu operasi terhadap kelompok Taliban, di dekat ibukota Afghanistan, Kabul.
Kamis lalu, pasukan militer Afghanistan memimpin patroli ke satu daerah di distrik Gereshk, di mana gerilyawan diketahui akan melakukan operasi, kata militer AS.
"Patroli itu diserang oleh sejumlah gerilyawan bersenjata genggam dan tembakan granat berpeluncur roket," katanya, dalam satu pernyataan.
Kombinasi berbagai unsur membalas tembakan dengan pistol dan mendapat dukungan serangan udara, yang kemudian menewaskan 30 gerilyawan, katanya.
Tidak ada pihak independen yang bisa memberikan konfirmasi jumlah korban itu. Seorang tentara Afghanistan mengalami luka ringan, kata pihak militer.
Helmand adalah salah satu provinsi Afghanistan yang paling berbahaya, karena gerilyawan Taliban mempunyai kaitan dengan perdagangan gelap opium yang menguntungkan, yang dilakukan di kawasan lembah yang besar itu.
Pada Kamis, anggota parlemen terkemuka anti Taliban, Dad Mohammad Khan tewas bersama tiga pengawalnya, dan seorang petugas senior polisi ketika sebuah bom menghantam kendaraan mereka di Gereshk, di luar ibukota provinsi.
Taliban mengaku bertanggungjawab atas terjadinya ledakan itu.
Taliban, yang berkuasa di sini dari 1996 sampai akhir 2001 ketika mereka ditumbangkan oleh invasi yang dipimpin AS, menggalang pemberontakan sengit melawan pemerintah Kabul sekarang, yang didukung oleh negara-negara Barat.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009