Bengkulu (ANTARA News) - Aktivis dan pengamat sosial Fadjroel Rahman mengatakan saat ini terdapat enam produk perundang-undangan yang cenderung `menyesatkan` bangsa ini, dan membuka pintu seluas-luasnya bagi kapitalis untuk bercokol di negara ini.

Keenam UU tersebut adalah UU No. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP), UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) dan yang terbaru, UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Keenam UU ini, kata dia, berpotensi `menggadaikan` bangsa ini kepada pihak kapitalis, sehingga negara ini tidak akan pernah mencapai kedaulatan sebagaimana yang dicita-citakan.

"Semuanya urusan politis. Kita bukannya tidak bisa membuat bangsa ini lebih bermartabat dan sejahtera. Semuanya terletak pada persoalan mau atau tidak mau," katanya.

Pemerintah Indonesia menurut dia sudah seharusnya belajar dari negara lain, tidak perlu jauh, cukup ke Singapura saja, yang berhasil membeli Indosat dan mengeruk untung yang jauh lebih besar daripada yang menjadi bagian negara ini.

"Sebenarnya pemerintah kita bisa mengelola semua aset, cukup bayar sumber daya manusia kalau kita memang tidak punya untuk mengelola aset itu, tentu keuntungannya akan lebih besar yang masuk ke kantong kita," katanya.

Demikian juga halnya dengan Migas yang 80 persennya dikuasai asing dan dari persentase tersebut 70 persen dikuasai oleh negara Amerika.

Pada masa pemerintahan saat ini saja, kata dia, sebanyak 48 blok Migas sudah dijual ke pihak asing.

Apabila produk perundang-undangan ini tidak segera direvisi, maka warga negara akan menjadi budak di negaranya sendiri, karena tidak mampu berdaulat di atas sumber daya yang dimiliki.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009