Semarang (ANTARA News) - Stasiun Kemidjen di Semarang yang selama ini diyakini sebagai stasiun kereta api (KA) pertama yang ada di Indonesia, akhirnya terbantahkan.
Peneliti dari Indonesian Railway Preservation Society (IPRS), Karyadi Baskoro di Semarang, Rabu, mengatakan, posisi Kota Semarang sebagai titik awal jalur KA memang sudah tidak terbantahkan.
Namun, posisi pasti stasiun KA pertama di Semarang masih memunculkan perbedaan pendapat.
"Sebagian masyarakat mengganggap stasiun KA pertama terletak di daerah Kemidjen (Stasiun Kemidjen)," kata Karyadi saat menjadi pembicara dalam diskusi "Jejak Sejarah Stasiun Kereta Api di Indonesia" di kampus Unika Soegijapranata Semarang.
Bahkan, kuatnya anggapan tersebut sampai ditunjukkan dengan dipasangnya papan nama Kemidjen di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), kata Karyadi.
Ia mengatakan, anggapan tersebut perlu diteliti lebih lanjut, apakah benar stasiun pertama bernama Stasiun Kemidjen. "Kemudian, terlepas benar atau tidaknya nama tersebut, benarkah letak stasiun tersebut di daerah Kemidjen," ujarnya bertanya.
Oleh karena itu, IPRS melakukan penelusuran terhadap publikasi perkeretaapian di Indonesia, peta-peta Indonesia, foto-foto Indonesia, melalui citra satelit, serta melakukan observasi ke lapangan.
Berdasarkan sumber rujukan yang mencantumkan publikasi dioperasikannya KA untuk pertama kali, ternyata tidak ada satu pun yang menyebutkan nama Kemidjen, kata Karyadi.
Ia menjelaskan, dalam publikasi tersebut menyebutkan trayek KA dari Samarang menuju Tangoeng, sementara stasiun atau halte KA di sepanjang trayek KA tersebut adalah Samarang, Allas-Toewa, Broemboeng, dan Tangoeng.
Istilah Samarang, lanjutnya, terkait dengan pengejaan nama kota oleh Belanda, sebab dalam semua dokumen sebelum tahun 1880-an, semua istilah Semarang disebutkan dengan Samarang.
"Sehingga, stasiun KA pertama di Semarang disebut Stasiun Samarang, dan terletak di daerah yang sekarang disebut dengan Tambaksari, bukan di daerah Kemidjen," katanya.
Daerah Kemidjen, kata Karyadi, juga belum dikenal saat dibangunnya Stasiun Samarang milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) tersebut, dan baru dikenal pada tahun 1909.
Ketua II Himpunan Ahli Perawatan Bangunan Indonesia (HAPBI) A. Kriswandono mengatakan, hasil temuan tersebut merupakan bentuk kepedulian IPRS terhadap sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Mengenai kontroversi terkait hasil temuan tersebut, ia mengatakan, tidak masalah sepanjang penelitian tersebut dilakukan dengan cara yang tepat. "Biarlah nanti masyarakat yang menilai, sebab hasil temuan tersebut tentunya juga belum final," kata Kriswandono.
"Kami sangat menghargai usaha keras IPRS, serta mengharapkan agar hasil temuan tersebut segera ditindaklanjuti dengan langkah yang nyata," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009