Apalagi, bagi komunitas penghayat kepercayaan, agama-agama leluhur, dan agama yang selama ini tidak dianggap resmi oleh pemerintah
Jakarta (ANTARA) - Human Rights Working Group (HRWG) menilai wacana pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tingkat nasional yang dicetuskan Wakil Presiden Ma'ruf Amin perlu ditinjau ulang.
"Sebagai forum yang dibentuk oleh masyarakat dan didukung oleh pemerintah seharusnya FKUB dapat lebih efektif untuk menjawab permasalahan intoleransi dan memfasilitasi kebebasan beragama atau berkeyakinan," ujar Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (13/3).
Ia menyebut fakta di banyak provinsi dan kabupaten, di mana FKUB justru menjadi kendala pemenuhan dan perlindungan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Faktanya, di banyak provinsi dan kabupaten/kota, FKUB justru menjadi kendala pemenuhan dan perlindungan hak KBB (Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) di Indonesia, terutama dalam perizinan rumah ibadat," kata dia.
Menurut Hafiz, selama ini terdapat sejumlah permasalahan yang muncul di FKUB tingkat kota/kabupaten maupun provinsi, antara lain keberadaan wakil-wakil umat agama di dalam FKUB yang secara praktik seringkali diartikan dengan jumlah persentase umat beragama, bukan pada kemampuan dan komitmen terhadap toleransi dan kebinekaan.
Hal itu, katanya, menyebabkan relasi yang terbangun dalam FKUB di beberapa daerah menjadi mayoritas-minoritas.
"Apalagi, bagi komunitas penghayat kepercayaan, agama-agama leluhur, dan agama yang selama ini tidak dianggap resmi oleh pemerintah, seperti Baha’i, tidak mendapatkan tempat di dalamnya," ujar dia.
Baca juga: Optimalkan kerukunan, Wapres Ma'ruf ingin bentuk FKUB tingkat nasional
Ia menilai sebagian besar FKUB tingkat kota/kabupaten maupun provinsi belum mampu menjalankan fungsinya sebagai fasilitator hak KKB.
Fungsi mereka, katanya, dianggap masih banyak ditekankan pada rekomendasi untuk pendirian rumah ibadat, dan tidak untuk membangun dialog substantif.
"Dalam hal rekomendasi rumah ibadat pun, FKUB belum mampu memaksimalkan perannya bersama pemerintah daerah untuk memfasilitasi keberadaan rumah ibadat yang seringkali ditolak oleh kelompok-kelompok intoleran," kata dia.
Faiz juga menyebut bahwa tidak banyak anggota FKUB yang memiliki keterampilan dalam pengelolaan konflik serta perspektif kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Oleh karena itu, katanya, apabila pemerintah ingin membuat FKUB tingkat pusat, perlu sejumlah hal yang harus dipenuhi agar peranan FKUB tidak malah menjadi ancaman bagi kebebasan beragama.
Sejumlah hal itu, katanya, FKUB tingkat pusat harus bisa menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan serta konflik keagamaan yang berskala nasional, seperti kekerasan yang selama ini dialami komunitas Ahmadiyah dan Syiah atau minoritas lainnya.
Baca juga: Wapres tawarkan solusi konflik global melalui pendekatan keagamaan
FKUB pusat relevan untuk mengomunikasikan dan mengoordinasikan penanganan kasus pelanggaran hak KKB di daerah yang berkaitan dengan peran dan tugas pokok pemerintahan pusat dan daerah, yang seringkali menjadi kendala dalam penanganan konflik dan kekerasan berbasis agama.
Selain itu, katanya, FKUB juga harus menegaskan komitmen terhadap kebebasan beragama dan toleransi, salah satunya dapat dirumuskan di dalam syarat-syarat keanggotaan forum secara tegas.
"Keempat, belajar dari pengalaman di daerah, representasi FKUB harus berasal dari semua kalangan dan kelompok agama atau keyakinan, termasuk penghayat kepercayaan dan agama-agama leluhur, menimialisasi dominasi suatu pemahaman aliran atau kelompok tertentu, baik antaragama atau intra-agama," ujar dia.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin ingin membentuk FKUB tingkat nasional untuk memperkuat upaya menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
"Saya merasakan FKUB ini begitu penting dan peranannya terbukti bisa mengawal kerukunan umat beragama di Indonesia. Saya akan bicarakan dengan Presiden (Joko Widodo, red.) bagaimana membangun forum ini supaya juga ada di tingkat nasional," katanya d Jakarta, Selasa (10/3).
Selama ini, keberadaan FKUB hanya ada di tingkat provinsi dan kabupaten-kota sehingga ketika ada persoalan antarumat beragama di tingkat nasional, penyelesaiannya dilakukan dengan pertemuan tokoh-tokoh agama.
"FKUB ini memang adanya di tingkat provinsi dan kabupaten-kota, sehingga ketika ada masalah tingkat nasional itu tidak ada FKUB, yang ada adalah PKUB (Pusat Kerukunan Umat Beragama)," tambahnya.
Baca juga: Wapres minta pemda beri anggaran cukup untuk FKUB
Baca juga: Mendagri minta seluruh pemda aktifkan FKUB di daerah
Baca juga: Mendagri sebut keberadaan FKUB dorong tingkat toleransi di daerah
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020