Jakarta, (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM mencegah dua mantan pejabat Departemen Kesehatan (Depkes), Sri Astuti Supramanto dan Achmad Hardiman, untuk bepergian ke luar negeri.

"Pencegahan ini atas permohonan Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Depkumham, Muchdor kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Sri Astuti Supramanto adalah mantan Dirjen Pelayanan Medik Depkes. Dia juga pernah tergabung dalam tim ahli Jamkesmas Departemen Kesehatan.

Sementara Achmad Hardiman adalah mantan Direktur Pelayanan Medik Depkes yang kini menjadi Direktur RS Mitra Menteng Afia.

"Yang jelas mereka dicegah terkait perkara korupsi," kata Muchdor tanpa bersedia merinci perkara korupsi yang dimaksud.

Muchdor menjelaskan, pencegahan terhadap kedua mantan pejabat Depkes itu berlaku satu tahun, sampai dengan Maret 2010.

Ditjen Imigrasi juga mencegah tiga pengusaha. Mereka adalah mantan Dirut PT Kimia Farma Gunawan Pranoto, Direktur PT Kimia Farma Suharno, dan Dirut PT Rifa Jaya Mulya Rinaldi Yusuf.

Dalam permohonan pencegahan yang diajukan oleh KPK kepada Ditjen Imigrasi juga tertera nama mantan Menkes almarhum Ahmad Sujudi.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gunawan Pranoto dan Rinaldi Yusuf sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2003.

Proyek tersebut adalah pengadaan alat kesehatan yang dibagikan ke sejumlah daerah di kawasan timur Indonesia yang diduga merugikan negara sebesar Rp71 miliar.

KPK juga menyidik proyek pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan pada 2007. Menurut Ketua KPK Antasari Azhar, korupsi proyek 2003 diduga dilakukan dengan modus yang serupa dengan proyek 2007.

KPK menduga telah terjadi aliran uang dalam proyek pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan tahun 2007.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah sebelumnya mengatakan, pemberian itu terkait dengan proses pengadaan alat kesehatan yang didistribusikan ke sejumlah daerah di Indonesia.

Chandra menjelaskan, KPK juga menduga telah terjadi penggelembungan harga dalam proyek pengadaan alat kesehatan itu. Proyek tersebut dilakukan pada 2007 dengan menggunakan Anggaran Belanja Tambahan.

Spesifikasi alat kesehatan dalam proyek tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan daerah terpencil. Menurut Chandra, spesifikasi alat kesehatan tersebut terlalu besar untuk dibagikan ke sejumlah daerah.

"Spek seperti itu dibutuhkan di rumah sakit besar," kata Chandra.

Selain itu, KPK juga menduga telah terjadi penunjukan rekanan secara langsung.

Proyek tersebut menggandeng PT Kimia Farma Trading sebagai rekanan. Namun pada prakteknya, perusahaan itu mengalihkan pengadaan kepada dua perusahaan lain.

Selain mengusut proyek di Depkes pada 2007 dan 2003, KPK juga menyelidiki proyek di Departemen Kesehatan pada 2005.

Proyek 2005 itu merupakan proyek pengadaan obat. Menurut Chandra, dugaan tindak pidana korupsi pada proyek tersebut dilakukan dengan modus yang kurang lebih sama dengan modus proyek 2007.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009