Beberapa diplomat yang tak ingin disebutkan jatidiri mereka mengatakan Ravalomanana (59) menandatangani dokumen penyerahan kekuasaan atas pulau di Samudra Hindia itu kepada satu dewan pejabat tinggi militer.
Tindakan itu menandai kemenangan dramatis Andry Rajoelina, walikota Antananarivo yang dipecat dan selama berbulan-bulan telah memimpin upaya guna menggulingkan Ravalomanana setelah tujuh tahun ia menjadi presiden.
Rajoelina disambut oleh ribuan pendukungnya dan mendapat ucapan selamat dari militer saat ia mengambil-alih jabatan presiden yang ditinggalkan Ravalomanana, sementara pesaing lamanya berlindung di istana presiden bersama sejumlah orang yang setia kepadanya.
"Surat yang ditandatangani oleh Ravalomanana menyerahkan kekuasaan presiden dan perdana menteri kepada satu dewan militer," kata seorang diplomat.
Satu teks pesan yang dikirim oleh konsulat Prancis kepada warganegara asing berbunyi, "Presiden mundur, resiko demonstrasi. Tetap hati-hati dan hindari mengemudi pada malam hari."
Bagaimana kelanjutan penyerahan kekuasaan kepada militer atas pulau tersebut dan perincian lain pengaturannya belum diketahui.
Namun, Rajoelina (34) sudah bertindak seakan-akan ia adalah penguasa baru negeri tersebut, ketika ia memasuki kompleks istana presiden yang kosong di pusat kota Antananarivo, setelah serangan spektakuler pada malam hari oleh militer yang didukung sebanyak 100 tank.
"Saya dengan sungguh-sungguh mengumumkan bahwa saya takkan menyia-nyiakan upaya," katanya, saat mengumumkan bahwa pemerintah peralihan yang ia dirikan bulan lalu bertugas menangani urusan di negeri itu.
"Kita sekarang bebas tapi jalan di depan tetap berat," katanya, sementara para tokoh agama menyelenggarakan kebaktian di kompleks presiden guna memperingati peristiwa tersebut.
Tindakan militer di kompleks itu Senin malam secara efektif mengakhiri nasib presiden, setelah pertikaian politik dengan Rajoelina, yang meletus penghujung tahun lalu dan membuat sebanyak 100 orang tewas.
Keberadaan Ravalomanana menyusul pengunduran dirinya belum diketahui, tapi spekulasi telah beredar selama beberapa hari bahwa ia mungkin hidup di pengasingan.
Kebanyakan anggota keluarganya sudah pergi ketika ia kehilangan kekuasaan atas militer pekan lalu.
Presiden itu telah menentang arus sampai Senin, dan berusaha menepis spekulasi kuat bahwa ia akan hidup di pengasingan, kata jurubicara kepresidenan Andry Ralijaona.
"Saya tetap bersama anda dan jika harus mati, saya akan mati bersama anda," kata Ravalomanana saat memberitahu sisa pengawalnya di istana sebagaimana dikutip oleh jurubicara tersebut.
"Presiden masih berada di Iavoloha. Ia sedih dengan apa yang sedang terjadi,` kata Ralijaona.
Setelah militer dan sebagian pengawalnya sendiri berbalik menentang dia pekan lalu, Ravalomanana mengusulkan referendum guna memutuskan percekcokannya dengan Rajoelina.
Namun Rajoelina menolak tawaran itu Senin, dan militer membuat jelas pihak mana yang didukungnya. "Kami menguasai istana presiden guna mempercepat kepergian Ravalomanana."
Rajoelina, DJ yang berusia 34 tahun dan beralih jadi pengusaha serta memimpin penentangan rakyat terhadap pemerintah, telah mendesak pasukan keamanan negeri tersebut agar menangkap presiden karena "melakukan pengkhianatan".
Rajoeline, yang menuduh pesaingnya menjadi diktator yang membuat rakyatnya kelaparan, telah menggunakan kharismanya dan stasiun televisi pribadinya guna meningkatkan tantangan terhadap pejabat tertinggi di negeri itu.
Ravalomanana mengatakan dalam satu pernyataan Senin bahwa upaya Rajoelina merebut kekuasaan tidak sah dan menyatakan penolakannya atas suatu upaya pada saat terakhir bagi referendum guna memutuskan hasilnya sama saja dengan "dukungan bagi anarki".
Pada Senin, Dewan Keamanan dan Perdamaian Uni Afrika melakukan sidang darurat guna membahas krisis itu dan memperingatkan perhimpunan tersebut akan mengutuk setiap perubahan kekuasaan yang tak sesuai dengan undang-undang dasar.
Satu pertemuan lain dijadwalkan diselenggarakan di markas badan itu di Addis Ababa pada pukul 16:00 waktu setempat (20:00 WIB).
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009