Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Kontitusi (MK) di Jakarta, Selasa, menggelar sidang uji materi (judicial review) UU No 10/2008 tentang Pemilu pasal 245 soal hitung cepat (quick count) yang diajukan Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI).Sidang pertama uji materi hitung cepat dihadiri pemohon yakni Ketua Umum AROPI Denny JA dan Sekjen AROPI Umar Bakry yang didampingi kuasa hukumnya Dr Andi M Asrun, SH dan Bachtiar Sitanggang,SH.Dalam keterangan persnya, Denny mengatakan, AROPI mengajukan permohonan uji materi karena pasal 245 UU Pemilu khusunya ayat 2,3, 5 yang isinya melarang lembaga survei mengumumkan hasil survei di hari tenang dan hitung cepat pada hari pemilu dinilai bertentangan dengan UUD 1945 terkait kebebasan berpendapat."Di luar negeri, publik berterimakasih dengan quick count karena mengumumkan temuan ilmiahnya secara cepat di hari pemilu, sedang di Indonesia penyelenggara quick count malah dipidana sesuai pasal 245," katanya.Begitu juga, katanya, jika hari tenang pemilu, lembaga survei mengumumkan temuannya misalnya, banyak pemilih yang belum tahu waktu pemilu, sanksinya pidana penjara, sedang peramal mengumumkan ramalan soal pemilu dari bisikan "gaib", tidak terkena sanksi hukum.Denny mengatakan, AROPI berharap sebelum Pemilu 9 April 2009, MK Sudah membatalkan pasal 245 UU No 10/2008 sehingga pemilu akan menjadi hari raya bagi lembaga survei seperti terjadi di negara demokrasi lain."AROPI ingin mempelopori asosiasi lain di bidang apa pun, untuk berjuang menolak kriminalisasi hak konstitusional warga negara termasuk dalam kebebasan akademik," katanya. Dalam siaran pers Humas MK bahwa panel hakim MK dalam sidang itu, yakni Moh Mahfud MD (ketua), HM Arsyad Sanusi, Maruarar Siahaan, HM Akil Mochtar, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, HA Mukthie Fadjar, dan Maria Farida Indrati.Sedangkan, saksi ahli pemohon, yakni Dr A Irman Putra Sidin (Dir Indonesia Legal Roundtable), Dr Chairul Huda (Univ Muhammadiyah Jakarta), M Qodari (Dir Indo Barometer) dan Arman Salam (peneliti LSI).(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
karena tidak semua orang/parpol bisa berjiwa besar nantinya....
sehingga bisa menerima kekalahan jika hasil yang dikeluarkan KPU berbeda dengan quick count.....
sehingga hal tersebut ditakutkan akan menimbulkan ketegangan....
dan bisa dijadikan kambing hitam untuk oknum tak bertanggung jawab...