Mogadishu (ANTARA News/AFP) - Tiga pekerja bantuan asing dan seorang warga Somalia yang bekerja untuk PBB dibebaskan, Senin, beberapa jam setelah diculik oleh milisi lokal di Somalia selatan, kata staf PBB dan sesepuh setempat.
Keempat orang itu diculik dari mobil mereka oleh orang-orang bersenjata ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju landasan udara di Wajid, sebuah pangkalan pangan PBB sekitar 340 kilometer sebelah selatan Mogadishu pada Senin pagi.
"Upaya-upaya untuk membebaskan mereka dilakukan oleh sesepuh setempat dan pejabat dari gerakan al-Shabaab. Usaha ini akhirnya berhasil dan sandera-sandera itu telah bebas," kata seorang pegawai lokal PBB yabg tidak bersedia disebutkan namanya.
Al-Shabaab adalah sebuah kelompok Islamis berhaluan keras yang menentang pemerintah persatuan nasional yang dipimpin Presiden Sharif Syeikh Ahmed dan yang menguasai kawasan luas di negara Tanduk Afrika yang dilanda pergolakan itu.
Seorang sesepuh lokal mengatakan kepada AFP, tidak ada uang tebusan yang dibayarkan bagi pembebasan keempat pegawai badan bantuan PBB itu.
"Para sandera itu dibebaskan tanpa syarat dan mereka kini aman di kompleks mereka," kata Abdullahi Nur Yerow. "Perundingan dilakukan antara para penculik dan sesepuh lokal, yang mendorong pembebasan mereka."
PBB dalam sebuah pernyataan sebelumnya mengkonfirmasi penculikan itu namun tidak menyebutkan jati-diri para sandera tersebut.
Banyak warga asing menjadi sasaran penculikan di Somalia namun seringkali dibebaskan setelah pembayaran uang tebusan dalam jumlah besar.
Pada Februari dua misionaris Italia yang berusia 60-an tahun dibebaskan setelah disandera sejak November, ketika mereka diculik di Kenya, kemudian dibawa menyeberangi perbatasan ke Somalia.
Hingga kini belum diketahui nasib seorang wartawan Kanada dan seorang fotografer Australia yang diculik pada Agustus lalu, meski seorang wartawan Somalia dan dua supir yang diculik bersama mereka telah dibebaskan pada Januari.
Seorang kepala suku yang merundingkan pembebasan mereka mengatakan pada September, kelompok penculik menuntut uang tebusan 2,5 juta dolar.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.
Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.
Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.
Pemerintah sementara Somalia telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.
Washington menyebut al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara itu.
Pemerintah transisi lemah Somalia tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal asing dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.
Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.
Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun lalu saja.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009