Bogor (ANTARA News) - Bunker-bunker peninggalan Belanda yang ditemukan di Bogor kemungkinan dibangun untuk mempertahankan tangsi militer milik Belanda, yang sekarang menjadi Markas Komando (Mako) Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) di kawasan Lawang Gintung, Kecamatan Bogor Selatan. Bunker-bunker tersebut dibangun antara tahun 1939 hingga tahun 1941, karena Maret 1942 Jepang sudah masuk wilayah Bogor, kata pakar arkeologi, Prof Dr Uka Tjandrasasmita usai memaparkan hasil penelitian benda cagar budaya di Bogor, Jawa Barat (Jabar), Senin. "Ada kemungkinan bunker-bunker tersebut digunakan untuk mempertahankan sesuatu di belakangnya dari serangan tentara Jepang, yang kalau dirunut kemungkinan adalah sebuah tangsi milik Belanda yang saat ini menjadi Markas Paspampres," kata dia. Semua bunker tersebut, lanjut dia, terletak di lokasi yang strategis untuk mengamati jalur kereta api, dan dilengkapi lubang-lubang untuk senapan laras panjang. Di dalam bunker juga ditemukan peluru-peluru. Sebelumnya, sebuah tim yang melibatkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, Balai Arkeologi Bandung, Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala (BP3) Serang, serta Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB UI) pada 7 hingga 16 Maret melakukan penelitian atas beberapa benda sejarah yang ditemukan warga di Bogor. Penelitian tersebut difokuskan pada bunker-bunker yang ditemukan di lahan milik Gumati Cafe (dua bunker), Bank Mandiri (dua bunker relatif utuh), lahan PT KA di belakang Istana Batu Tulis (dua bunker agak rusak), serta di lahan seorang warga (satu bunker sangat rusak). Penelitian juga dilakukan terhadap temuan batu dakon di Kelurahan Empang dan di kompleks Pondok Pesantren Al Ihiya Kelurahan Pasir Jaya, bangunan berundak di situs Gunung Batu, Kelurahan Pasir Mulya, serta pecahan-pecahan keramik. Uka mengatakan, temuan benda-benda bersejarah tersebut menunjukkan kesinambungan sejarah dan budaya Bogor dari mulai masa prasejarah hingga jaman Kerajaan Pajajaran dan masa kolonial. Menurut dia, Bogor mempunyai arti penting dari sisi ideologi dan budaya. "Bangunan berarsitektur kolonial banyak ditemukan di Bogor, ada sekitar 500-an, karena dulu banyak orang Belanda yang tinggal di Bogor dan juga adanya Istana Bogor yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff. Mengenai kepemilikan benda cagar budaya oleh perseorangan, Uka mengatakan, hal tersebut tidak menjadi masalah namun pemiliknya wajib melindungi dan memperlakukan benda bersejarah tersebut sesuai undang-undang. Pemilik bangunan cagar budaya juga boleh menjualnya, tetapi harus melapor kepada instansi yang berwenang, dan si pembeli nantinya juga tidak boleh mengubah bentuk bangunan tersebut, jelasnya. Sementara itu, Kepala Disbudpar Kota Bogor Ade Syarif Hidayat mengatakan, untuk menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, pihaknya akan melakukan berbagai langkah yaitu segera menetapkan secara hukum status temuan tersebut sebagai Benda Cagar Budaya serta menunjuk juru pelihara untuk benda-benda bersejarah tersebut.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009