Manado (ANTARA) - Pundi-pundi uang dalam kantong investor siap digelontorkan untuk sektor pariwisata di Likupang, kawasan wisata bak pemandangan negeri dongeng yang mampu membius wisatawan lokal serta mancanegara untuk menikmati anugerah tersebut.

Setidaknya sekitar Rp8 triliun disiapkan para investor untuk membangun fasilitas-fasilitas pendukung di destinasi super prioritas itu. Bentangan-bentangan pantai Likupang telah mengundang minat calon investor yang siap menanamkan investasinya di wilayah Sulawesi Utara itu.

Likupang merupakan sebuah kecamatan, di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, digadang akan menjadi tujuan populer setelah Bunaken dan Tomohon.

Guna mewujudkan impian dan capaian tersebut pemerintah dan investor telah membangun sarana pendukung utama dari peningkatan ekonomi, yaitu energi listrik.

Jalan yang berkelok serta menerabas perbukitan membuat perjalanan menjadi lebih menantang. Melalui rumah-rumah penduduk menjadikan pengalaman lebih dekat dengan kegiatan masyarakat setempat.

Tatapan mata serta pancaran senyum penduduk MInahasa Utara senantiasa tergambar, sembari mereka menjajakan hasil panen sepanjang jalan seperti duku, manggis, rambutan serta buah-buahan lainnya.

Baca juga: Bandara Sam Ratulangi dikembangkan, demi pariwisata Likupang

Menengok sedikit lebih jauh ke perbukitan terdapat hamparan panel surya sebanyak 64.640 bagian yang menyelimuti tiap detail lekukan bukit. Anugerah sinar matahari Likupang, Minahasa Utara nampaknya telah menjadi berkah sendiri bagi masyarakat sekitar.

Vena Energy menjadi investor yang memilih sektor energi baru terbarukan (EBT) untuk membangkitkan gairah ekonomi khususnya pariwisata di LIkupang.

"Tantangan di sini adalah membangun panel-panel ini di daratan yang terjal dan tidak rata, karena kontur tanah di sini adalah perbukitan,” kata Country Head Vena Energy, Ari Soerono sembari menunjukkan hamparan panel yang membentang mengangkangi bukit.

Terhampar di atas lahan seluas 30 hektare, 29 hektare di antaranya dipenuhi oleh panel surya yang membentuk kontur-kontur bukit tersebut di mana sesekali nampak bebatuan menjulang menembus selimut panel surya.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tersebut mampu menghasilkan daya maksimal sebesar 16 MW yang langsung mengalir melalui jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Satu lembar panelnya mampu menghasilkan daya 325 watt.

Meskipun memiliki kapasitas terpasang 21 Mega Watt Peak (MWp), namun PLTS tersebut murni menangkap energi dari sinar matahari tanpa memiliki baterai untuk simpanan daya, sehingga akan megirimkan listrik ketika matahari mulai bersinar dan turun secara otomatis ketika senja mulai terpaut.

Baca juga: BI beri masukan agar KEK Likupang mampu dongkrak pertumbuhan ekonomi

Konstruksinya dimulai sejak tahun 2017, namun baru beroperasi pada tahun 2019, dengan durasi kontrak selama 25 tahun. Bukan hal yang mudah namun bukan hal yang tidak mungkin, tanah terjal yang sebelumnya bahkan tidak bisa dijadikan lahan pertanian karena tingkat kemiringannya, kini mampu membawa percikan energi bagi masyarakat sekitar.

Hamparan panel surya tersusun rapi di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, difungsikan oleh Vena Energy sebagai sumber energi listrik baru sejak 5 September 2019.

"Jam beroperasi selama 12 jam, mulai dari jam 05.30 pagi sampai matahari terik bisa 15 MW, kalau enggak ya menurun. Kalau hujan bisa masuk 3 MW. Itu sampai jam 17.30," kata Ari.

Dengan jumlah kapasitas terpasang tersebut, Ari menilai PLTS Likupang menjadi PLTS terbesar di Indonesia hingga saat ini dan sebagai penopang sistem kelistrikan jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sulutgo (Sulawesi Utara-Gorontalo) sebesar 15 MWp. "Ini merupakan (PLTS) terbesar di Indonesia sebelum adanya PLTS Terapung di Cirata nanti," jelas Ari.

Selanjutnya, Ari menjelaskan kemampuan konversi dari tegangan 800 Volt DC ke 380 Volt AC mengakibatkan adanya losses (susut) sebanyak 6 MW. Setelah itu, sistem produksi listrik PLTS Likupang langsung terhubungan secara online dengan jaringan listrik milik PLN. "Pembangkit ini online grid, setiap kWh kita produksi, kita langsung kirim ke PLN secara online tanpa (storage) baterai," kata Ari.

Meskipun tidak sepanjang hari listrik dihasilkan, tapi dari sisi harga jauh di bawah harga listrik yang menggunakan BBM atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). "Yang jelas di bawah harga PLTD, jauh lebih murah," tegasnya.

PLTS Likupang sendiri dibangun sejak Power Purchase Agreement (PPA) tahun 2017 akhir dan memakan waktu sekitar 1,5 tahun dengan total biaya investasi mencapai 29,2 juta dolar AS. Pembangkit tersebut memiliki 120 arry box, 24 set inverter dan 6 PV box. "Kontrak jual beli listrik berlangsung selama 20 tahun dengan skema Built, Own, Operate, Transfer (BOOT)," ungkap Ari.

Selama kontruksi, PLTS Likupang mampu menyerap hingga 900 tenaga pekerja. Saat beroperasi, 80 persen pekerja merupakan masyarakat sekitar. Selama beroperasi, pembangkit ini mampu melistriki hingga 15.000 rumah tangga serta mengurangi efek gas rumah kaca hingga 20,01 kilo ton.

Sebagai informasi, Vena Energy merupakan perusahaan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang fokus dalam pengembangan pembangkit listrik surya serta angin. Selain PLTS Likupang, Vena juga merupakan produsen listrik swasta untuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) Tolo di Jeneponto yang berkapasitas 72 MW serta 3 PLTS di Lombok, Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas masing-masing 7 MWp.

PLTS Likupang Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

Peluang ekspansi

PLTS Likupang mendorong Vena Energy membuka opsi untuk melakukan ekspansi pada sejumlah proyeknya di Indonesia sambil menunggu keputusan PLN. "Tergantung pada kesiapan dan kesediaan PLN sebab harus ikuti Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tapi kalau kami sangat siap," ungkap Ari.

Vena Energy, sambung Ari, saat ini telah diundang oleh PLN untuk mengikuti tender PLTS di 3 lokasi di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur). "Kita diundang oleh PLN dan telah memasuki Request for Proposal (RFP) di Pulau Jawa dengan kapasitas 150 MWp," papar Ari.

Merespon hal tersebut, Kasubdit Investasi dan Kerjasama Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Ani Wiyanti menuturkan bahwa potensi pengembangan PLTS memang terhitung besar.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi pengembangan PLTS mencapai 207,8 GWp dengan realisasi mencapai 0,15 GWp. Khusus untuk wilayah Sulawesi Utara potensi tenaga surya yang ada mencapai 2,1 GWp.

"Seluruh Indonesia, kapasitas terpasang mencapai 152,44 MW dan 10,9 persen adalah PLTS Atap dan sisanya PLTS on the ground. Potensi yang ada pun baru untuk daratan," terang Ani dalam kesempatan yang sama.

Ani menjelaskan, Kementerian ESDM terus berupaya mendorong agar pengembangan EBT terus dilakukan. Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang ada, pada tahun 2020 pengembangan EBT ditargetkan mencapai 933 MW dengan PLTS sebesar 78 MW.

Pembangkit ramah lingkungan tengah naik daun seiring Kementerian ESDM memberikan ruang lebih untuk meningkatkan kapasitas di green energy.

Bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT) pun makin mendapatkan tempat di kalangan masyarakat terlebih bagi generasi milenial. Respon pasar yang positif terlihat dari mulai bermunculannya berbagai usaha rintisan atau startup yang bergerak di sektor tersebut, dari skala rumahan hingga pabrikan.

Merespons hal itu Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, melimpahnya potensi EBT menjadi salah satu faktor pemicu bagi para pelaku usaha dalam mengembangkan startup energi.

"Utilisasi EBT baru sebesar 2,1 persen dari potensi EBT sekitar 400 Giga Watt (GW)," kata Agung.

Salah satu potensi bisnis yang menjanjikan adalah energi surya. Menurut Agung, dengan potensi 207 GW, perkembangan permintaan energi surya meningkat pesat, baik di kota-kota besar untuk kebutuhan atap surya, hingga ke daerah frontier untuk Solar Home System (SHS).

"Industrinya banyak berkembang di kawasan industri seperti Bekasi, Tangerang, juga daerah Surabaya dan sekitarnya," ungkap Agung.

Potensi bisnis solar PV yang besar juga dirasakan Direktur Utama PT Gerbang Multindo Nusantara Chayun Budiono. Memulai usaha panel surya di 1994, ia menilai sumber-sumber EBT lokal menyimpan potensi bisnis yang luar biasa. "Tak hanya solar PV, pasar off-grid ini menjanjikan, maka disinilah yang harus kita dorong," tegas Chayun.

Ia juga melihat startup energi penting difungsikan sebagai salah satu langkah disrupsi energi. "Bagaimana startup energi ini kita bangun bersama, menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Menyelesaikan tantangan atas perkembangan teknologi yang ada," tandas Chayun.

Melihat kondisi perkembangan pada upaya membangkitkan green energy, potensi dan masa depan EBT masih terbentang luas di Indonesia dengan berbagai anugerah alam yang dimiliki.

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020