Jakarta, 16/3 (ANTARA) - Selama ini melihat kondisi ekonomi nelayan hanya dari pendapatan yang diperoleh. Dalam tahun 2008, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) telah menghitung Nilai Tukar Nelayan (NTN). Selama ini, yang telah ada yaitu Nilai Tukar Petani. Maka kini kelompok masyarakat pesisir yang sering dikategorikan sebagai segmen masyarakat mayoritas miskin ini telah memiliki ukuran yang lebih akurat. Bahkan agar lebih teliti, disamping NTN juga telah dihitung Nilai Tukar Pembudidaya ikan (NTPi), karena unsur ekonomi dua kelompok perikanan ini sangat berbeda, baik biaya penerimaan, apalagi biaya pengeluaran.
Nilai tukar umumnya digunakan untuk menyatakan perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang diperdagangkan antara dua atau lebih negara, sektor, atau kelompok sosial ekonomi. Nilai tukar nelayan (NTN) digunakan untuk mempertimbangkan seluruh penerimaan (revenue) dan seluruh pengeluaran (expenditure) keluarga nelayan. Selain itu, NTN juga digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif dan merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. Dengan demikian maka kini untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan, semakin diperoleh yang lebih akurat dan obyektif.
Berdasarkan hasil perhitungan BPS, NTN tahun lalu terdapat peningkatan, yaitu hingga Desember 2008 adalah sebesar 103,9 atau meningkat sebesar 1,04% dibandingkan pada awal tahun bulan Januari 2008 sebesar 99,7. Artinya, pada akhir tahun 2008, nelayan telah dapat menyimpan hasil pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Adapun diawal tahun 2008 mengalami ketekoran biaya hidup. Badan Pusat Statistik merelease pula data nilai tukar nelayan nasional berdasarkan hasil perhitungan per propinsi, sebagai contoh, hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai tukar nelayan dan nilai tukar pembudidaya ikan secara terpisah untuk propinsi Jawa tengah dan Jawa Barat tahun 2008 terdapat perbedaan. Propinsi Jawa Barat bulan Desember 2008, nilai tukar nelayan (99,7) relatif lebih rendah dibandingkan nilai tukar pembudidaya ikan (103,3). Sebaliknya, di Propinsi Jawa Tengah nilai tukar nelayan (107,9) relatif lebih tinggi dibandingkan nilai tukar pembudidaya ikan (104,6). Artinya, kesejahteraan pembudidaya ikan pada bulan tersebut di Propinsi Jawa Barat lebih baik daripada kesejahteraan nelayan. Adapun sebaliknya di Propinsi Jawa Tengah, kesejahteraan nelayan lebih baik dibandingkan pembudidaya ikan. Dengan adanya NTN ini kita dapat melihat kondisi nelayan lebih jelas setiap bulan, musim paceklik atau musim panen, demikian juga terhadap berbagai faktor ekonomi yang mempengaruhinya.
Guna meningkatkan kualitas data dan statistik kelautan dan perikanan, telah dilakukan berbagai upaya. Di antaranya adalah pengembangan statistik pengolahan ikan, bidang kelautan, penyediaan sarana-prasarana komunikasi (internet) di ibukota propinsi, serta melakukan survei potensi desa.
Pada tanggal 11-12 Maret 2009, juga diselenggarakan Seminar dan Forum Nasional Statistik Kelautan dan Perikanan, atas kerjasama DKP dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Dalam kegiatan tersebut diundang Pouchamarn Wongsanga dari Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) dari Bangkok, untuk menjelaskan statistik perikanan di Asia Tenggara dan Isao Koya yang menjelaskan statistik perikanan di Jepang. Di samping dilakukan pula diskusi dengan Bappenas dan BPS. Dalam forum tersebut telah disepakati pembentukan Ikatan Statistik Indonesia (ISI) dalam sektor kelautan dan perikanan.
Pengembangan statistik ini disamping untuk melayani kebutuhan masyarakat tentang data, juga diharapkan dapat mendukung penetapan kebijakan dan penyusunan perencanaan pembangunan sektor yang selama ini terabaikan, di negara kepulauan terbesar di dunia ini. Sutara, selaku ketua kompartemen perikanan dari KADIN menyatakan bahwa selama ini banyak pengusaha perikanan melakukan investasi berdasarkan intuisi, daripada atas dasar data yang akurat.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Soen'an H. Poernomo, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009