Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyiro Muqoddas mengaku telah mengirim surat kepada Hakim Agung Djoko Sarwoko untuk memberikan klarifikasinya terhadap dugaan pelanggaran kode etik prilaku hakim.

"Benar surat untuk klarifikasi itu telah kami kirim. Namun belum ada tanggapannya," ujar Busyro saat dihubungi wartawan di Jakarta, Minggu.

Dikatakannya bahwa apabila hingga batas waktu yang telah ditentukan belum juga ada klarifikasi dari yang bersangkutan, maka pimpinan KY akan segera menggelar rapat untuk mengambil langkah berikutnya.

Dijelaskan Muqoddas bahwa pihaknya telah berkirim surat kepada Djoko itu pada 6 Maret lalu untuk meminta penjelasan terkait beberapa kasus yang telah ditanganinya dalam waktu 14 hari sejak surat KY itu dikirimkan. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Presiden RI dan lembaga negara lainnya.

Sebelumnya Hakim Agung Djoko Sarwoko dilaporkan ke KY karena diduga melakukan pelanggaran kode etik prilaku hakim dalam menangani perkara gugatan perdata Marubeni Coorporation atas PT Sweet Indo Lampung (SIL) di tingkat kasasi.

UU No. 3/2009 tentang MA, pasal 11 a butir f memberi kewenangan pada KY untuk memeriksa hakim yang diduga melanggar kode etik atau pedoman prilaku hakim dalam penanganan perkara.

Sementara itu ditempat terpisah, Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Ketua MA Arifin A. Tumpak membersihkan lembaga MA dari praktik KKN dalam penanganan perkara.

"Ketua MA harus komit dalam melakukan pembaruan di lingkungan MA dengan membersihkan hakim agung yang terbukti melakukan pelanggaran etika profesi hakim," ujar Biro Hukum ICW Emerson Yhunto.

Dugaan pelanggaran kode etik prilaku hakim Djoko Sarwoko berawal dari laporan Albert Nadaek ke KY pada 5 Maret 2009 lalu. Albert Nadeak yang juga kuasa hukum PT SIL merasa dirugikan atas tindakan Djoko Sarwoko yang tidak obyektif dalam memutus perkara kasasi.

Salah satu pertimbangan hukum putusan kasasi itu, tegas Nadeak, disebutkan bahwa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara dengan dasar Marubeni Corporation telah mengajukan eksepsi relatif di PN Gunung Sugih, Lampung.

Padahal, tambah Nadaek, kenyataannya Marubeni Corporation tidak pernah mengajukan eksepsi relatif di PN Gunung Sugih.

"Kami yakin kesalahan itu bukan karena kurangnya pengetahuan hakim agung, namun faktor penyebab utamanya adalah faktor keberpihakan kepada salah satu pihak yakni Marubeni Coorporation," ujar Nadeak. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009