Untuk itulah, Bawaslu Kudus menghadirkan para pegiat seni di Kota Kudus dalam kegiatan sosialisasinya yang digelar di Rumah Makan Bambu Wulung Kudus, Kamis (12/3).
"Partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu sejauh ini masih minim. Termasuk tingkat kepedulian generasi milenial di bidang politik dan demokrasi juga masih minim," kata Ketua Bawaslu Kudus Moh Wahibul Minan saat menyampaikan sambutan di Kudus.
Untuk itulah, kata dia, dibutuhkan keterlibatan banyak pihak, salah satunya pegiat seni untuk diberikan pemahaman akan hakekat demokrasi.
"Keberanian masyarakat dalam melaporkan pelanggaran Pemilu juga minim sekali. Sedangkan tenaga pengawas di Bawaslu juga sangat terbatas sehingga membutuhkan keterlibatan masyarakat sebagai pengawas partisipatif," ujarnya.
Bawaslu Kudus menilai sosialisasi secara masif perlu dilaksanakan agar pemahaman soal demokrasi semakin meningkat.
Selain itu, Bawaslu Kudus juga akan gencar melaksanakan pendidikan politik dan demokrasi kepada semua komponen, mulai dari lembaga pendidikan sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat.
Upaya yang sudah dilakukan sebelumnya, yakni Bawaslu goes to school, Bawaslu goes to kampus, pembinaan Desa Anti-Politik Uang dan Desa Pengawasan Partisipatif.
Salah seorang pemateri Ponco Widigdo yang juga Sekjen Dewan Kesenian Kudus menganggap seni dan politik tidak bisa dipisahkan.
Terlebih lagi, dalam tahapan kampanye pemilu bisa dilihat bahwa para seniman banyak dilibatkan dalam memberi warna dan ikon untuk menarik simpati massa dalam sebuah kontestasi politik.
Porsi bagian seni dalam eskalasi politik, katanya, tidak bisa diremehkan dan dipandang sebelah mata oleh publik.
"Hal itu, bisa dilihat dalam kancah demokrasi yang diperankan oleh 'founding father' di era prakemerdekaan, semisal yang diperankan oleh Ki Hajar Dewantiro, Shahrir dan lainnya," ujarnya.
Penggiat seni diharapkan tidak ditarik-tarik dalam kepentingan politik negatif dalam pemilu maupun pemilihan karena hal itu akan meruntuhkan sendi-sendi demokrasi Pancasila di Indonesia yang berujung pada disintegrasi bangsa.
Sementara pemateri lainnya, M. Zaini dari Penggiat Seni Teater Segitiga mengajak kaum milenial untuk tidak takut dalam menyuarakan demokrasi, terlebih lagi dengan memakai label seni.
"Jangan sampai tertipu atas politik yang hanya memanfaatkan massa saja," ujarnya.
Ia menyarankan Bawaslu Kudus untuk kontinyu melakukan sosialisasi kepada masyarakat, sehingga hoaks, kampanye negatif bisa terproteksi.
Sementara Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus Sutiyono menilai mayoritas politisi dalam eskalasi politik berpijak pada amunisi finansial.
"Politik di beberapa era ada nilai plus dan minusnya. Sesuai masanya masing-masing, pemaksaan hak politik individu merupakan hal yang tidak baik dan merusak demokrasi," ujarnya.
Baca juga: Bawaslu Kota Jayapura bentuk satgas pengawasan partisipatif
Baca juga: Bawaslu gelar pengembangan pengawasan partisipatif berbasis budaya
Baca juga: Bawaslu Purworejo-pegiat medsos kembangkan pengawasan pilkada
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020