Jakarta (ANTARA News) - LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) mengemukakan, persoalan terkait polemik Buddha Bar tidak cukup hanya terkait perubahan nama tetapi juga harus dipermasalahkan tentang kemungkinan adanya penyimpangan hukum lainnya. Menurut Kepala Divisi Investigasi dan Informasi Publik ICW Agus Sunaryanto dalam keterangan tertulisnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat, selain polemik tentang penamaan terdapat hal penting lainnya yaitu terkait status kepemilikan dan pemanfaatan gedung bersejarah yang kini menjadi Buddha Bar. Agus memaparkan, gedung yang sekarang bernama Buddha Bar dahulunya merupakan gedung eks Kantor Imigrasi yang dibangun pada tahun 1913 oleh arsitek Belanda, Pieter Adriaan Jacobus Moojen. Semula, gedung itu digunakan oleh Lingkaran Seni Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indische Kunstkring) dan pernah menjadi tempat pameran sejumlah karya milik pelukis kenamaan seperti Picasso dan Vincent Van Gogh. Gedung yang sangat bersejarah tersebut kemudian membuat mantan Gubernur DKI Suryadi Soedirja mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 475 tahun 1993 yang menetapkan Gedung Kantor Imigrasi sebagai salah satu bangunan bersejarah di daerah khusus ibukota Jakarta sebagai benda cagar budaya. "Sebagai gedung cagar budaya dengan nilai historis tinggi serta besarnya dana yang diperkirakan telah dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk melestarikan gedung tersebut, maka menjadi pertanyaan besar mengapa kemudian beralih kepemilikannya menjadi sektor swasta yang bernuansa bisnis semata," kata Agus. Sedangkan menurut Pasal 19 ayat 2(b) UU No 5 tahun 1992 tentang cagar budaya dijelaskan bahwa pemanfaatan benda cagar budaya tidak dapat dilakukan semata-mata untuk kepentingan pribadi dan/atau golongan. Untuk itu, ICW mendesak agar Pemprov DKI menjelaskan kepada publik mengenai mekanisme dan prosedur pengalihan bangunan bersejarah tersebut. Selain itu, ICW juga menginginkan agar aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan jika terdapat dugaan penyimpangan dalam proses pengalihan aset budaya yang harus dilindungi tersebut. Sementara itu, Gubernur DKI Fauzi Bowo menyarankan agar pihak yang mempersoalkan keberadaan Budhha Bar menyelesaikannya melalui jalur hukum. "Saya kira kita serahkan pada wilayah hukum saja. Itu bukan bersengketa dengan kami. Dinas Pariwisata memberi ijin itu kepada badan hukum yang memegang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)," kata Gubernur di Balaikota Jakarta. Fauzi mengatakan tidak ada yang salah dalam pemanfaatan bangunan cagar alam itu dan kontroversi muncul karena penggunaan nama Buddha untuk bar tersebut.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009