Jakarta (ANTARA) - Perubahan di bidang hubungan internasional pada abad ke-21 atau milenium ke-3 dengan tren perkembangan globalisme dan aktifnya berbagai kawasan di dunia, bukan pertanda bahwa kawasan-kawasan penting dunia sedang membantu tren globalisasi dan tidak bergerak untuk melemahkannya.

Indonesia di kawasan penting Timur Asia yang pada abad ke-21 disebut-sebut sebagai Abad Asia, memberikan perhatian khusus kepada peran perempuan dalam membangun ketahanan nasional. Kontribusi perempuan dalam pembangunan politik dan ekonomi negara diperkirakan lebih dari 30 persen, bahkan dalam sebagian indeks mesti melewati angka itu. Oleh karena itu, sudah semestinya meningkatkan usaha dalam ranah ini.

Iran dalam berbagai bidang internal dan eksternal telah melalui berbagai perubahan dan perkembangan yang cukup fundamental di kawasan Timur Tengah. Dengan terbentuknya Republik Islam Iran pada tahun 1979, Iran mengejar cita-cita, seperti independensi, kemerdekaan, demokrasi religius, keadilan yang merata, dan mengurangi kemiskinan.

Salah satu perubahan tersebut adalah kehadiran dan partisipasi perempuan di berbagai bidang politik, sosial, ekonomi di kancah domestik dan internasional.

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam berbagai kancah, antara lain transformasi budaya intelektual dan spiritual, perubahan sosial, meningkatnya keterampilan managemen yang mendorong berkembangnya talenta dan motivasi untuk berinovasi, perubahan politik, dan dukungan lembaga pemerintah.

Kehadiran perempuan di berbagai ranah sosial dan perubahan dalam masyarakat tradisional Iran ini tidak mudah diterima, namun kepemimpinan Iran mampu menciptakan keseimbangan. Meski terdapat pertentangan pandangan tradisional dan modern, masing-masing perspektif diseimbangkan dengan gerakan korektif.

Perempuan Iran dengan jumlah lebih dari 40 juta jiwa membentuk separuh dari masyarakat Iran. Pada tahun-tahun terakhir terjadi perkembangan yang cukup signifikan di tingkat pendidikan dan pekerjaan perempuan. Kondisi literasi dan pendidikan perempuan di tingkat dasar dan pendidikan tinggi mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Berdasarkan data statistik, terdapat lebih dari 89 persen perempuan melek huruf dan memiliki berbagai jenjang pendidikan. Selama 40 tahun terakhir, jumlah lulusan perempuan meningkat 17 kali lipat dan sekitar 78 persen dari mereka memiliki ijazah sarjana dan tingkat yang lebih tinggi.

Demikian pula tren kemajuan pendidikan perempuan sedemikian rupa meningkat hingga pada tahun-tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan jumlah penerimaan mahasiswi dibandingkan mahasiswa 60 berbanding 40 persen.

Sebagaimana kehadiran perempuan Indonesia di berbagai ranah kultural, politik, dan ekonomi mengalami kemajuan pesat, tren ini juga terjadi di Iran.

Di ranah kultural, perempuan penulis buku mengalami pertumbuhan 22 persen. Di bidang partisipasi dalam persoalan politik, dianggap sebagai taklif agama (Islam) bagi perempuan. Perhatian juga diberikan dalam perbaikan dan pembaruan undang-undang, fraksi perempuan dan fraksi keluarga di Majelis Syura Islam Iran (parlemen) hingga undang-undang yang membela perempuan dan keluarga secara luas, antara lain RUU perlindungan perempuan dari kekerasan.

Rekrutmen dan partisipasi ekonomi perempuan di masyarakat meningkat dari 12 persen di tahun 2013 menjadi sekitar 16.5 persen di tahun 2018. Tingkat rekrutmen perempuan di pemerintahan naik dari 35 persen di tahun 2009 menjadi 42 persen di tahun 2018.

Sekitar 27 persen dosen universitas dan 37 persen dokter di Iran saat ini terdiri dari perempuan. Terdapat 2700 LSM aktif di bidang perempuan dan keluarga.

Di tingkat pengambilan keputusan, pengangkatan perempuan menunjukkan 60 persen peningkatan dan diperkirakan hingga tahun 2020 sebanyak 30 persen jumlah pengambil keputusan nasional terdiri dari perempuan.

Baca juga: Wapres: Kemajuan perempuan Iran contoh dalam penanganan masalah
Baca juga: Indonesia-Iran tandatangani nota pemberdayaan perempuan dan anak

Di beberapa tahun terakhir ini, Republik Islam Iran telah menunjuk beberapa duta besar perempuan. Sebagai contohnya, duta besar Republik Islam Iran di Brunei adalah seorang perempuan bermazhab Ahlu Sunnah atau duta besar di Finlandia juga seorang perempuan yang kompeten.

Di sektor olahraga, aktivitas perempuan dari 10 cabang olahraga meningkat menjadi 49 cabang. Saat ini tim perempuan yang diutus mengikuti berbagai kompetisi olahraga menjadi 1/3 bagian dari keseluruhan tim yang dikirim untuk mengikuti kejuaraan-kejuaraan dunia.

Di era kontemporer ini, berbagai tantangan berat, seperti perang, sanksi kejam dan tekanan ekonomi yang ditimbulkan, perang media terhadap identitas perempuan menjadi faktor dan rintangan pertumbuhan perempuan di berbagai negara.

Meski demikian, perempuan mampu melangkahkan kaki di jalur kemajuan dan pembangunan berkelanjutan dalam koridor undang-undang dasar dan managemen politik masyarakat sebagaimana yang telah di singgung di atas.

Unit-unit politik di bawah pengaruh interaksi di kancah hubungan internasional telah terpengaruh oleh pergerakan kekuatan di tingkat global dan regional, akan tetapi bila negara memiliki kemauan politik yang kuat, akan berhasil menghadapi tantangan tersebut dengan pendekatan independensi nonblok.

Dalam hal ini, penyelesaian konflik dengan prinsip menang-menang (win-win) akan mengarah kepada pembangunan berkelanjutan di berbagai unit politik.

Fakta yang tidak terbantahkan hari ini bahwa tanpa partisipasi dan pemberdayaan perempuan, tidak satu pun solusi berkelanjutan dari masalah sosial, ekonomi dan politik yang mengancam dapat ditemukan.

Jelas bahwa selama masyarakat tidak serius menyertakan partisipasi ini, harapan mencapai sebuah masyarakat yang sehat tidak lebih dari sekedar fatamorgana.

Demikianlah, saat ini salah satu indikator perkembangan SDM adalah tingkat kehadiran perempuan dan bagaimana peran mereka di berbagai bidang kegiatan yang akan memberikan dampak serius terhadap langkah-langkah lainnya.

Perempuan Iran menghadapi berbagai tantangan eksternal untuk meningkatkan posisinya, namun juga memiliki banyak pengalaman di bawah berbagai tekanan dan sanksi. Mereka siap membagikan pengalaman detailnya kepada perempuan lain di dunia.

*) Raziyeh Omidi adalah Kepala Bagian Politik, Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Indonesia

Baca juga: Indonesia-Iran jalin kerja sama perlindungan anak
Baca juga: Wapres Iran ingatkan peran perempuan dalam menyebarkan konsep Islam moderat

Copyright © ANTARA 2020