Bandung (ANTARA News) - Sebanyak 85 kasus pelanggaran Pemilu di Jawa Barat gugur atau tidak dapat lanjut ke pengadilan akibat adanya perbedaan penafsiran antara penyidik dan anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di semua tingkatan.
Anggota Panwaslu Jawa Barat, Ihat Subihat di Bandung, Kamis menjelaskan penafsiran berbeda juga terjadi di antara penyidik sehingga Panwaslu hanya dapat meloloskan lima kasus pelanggaran kampanye ke pengadilan.
"Dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kota/kabupaten disebutkan beberapa pelanggaran namun saat mengacu pada KUHP maka bukti-bukti yang diberikan selalu kurang dan dianggap tidak tepat," katanya.
Ihat menjelaskan ada lima macam alat bukti yang disebutkan dalam KUHAP yaitu bukti petunjuk, bukti surat, keterangan saksi, sumpah dan keterangan ahli. "Kami seringkali kesulitan baliho atau spanduk itu masuk ke bukti surat atau bukti petunjuk," katanya.
"Akhirnya setelah sampai ke penyidik dua alat bukti yang sudah Panwas kumpulkan gugur begitu saja ketika masuk ke Gakumdu kepolisian," katanya.
Anehnya, ujar Ihat, dalam Surat Edaran Bareskrim Polri Nomor 3/2008 huruf i dinyatakan jika bukti tidak lengkap maka penyidik diharuskan mencari bukti tambahan. "Sayangnya hal itu tidak dilakukan oleh seluruh penyidik hingga akhirnya kasus itu kadaluarsa," katanya.
Salah satu kasus yang kandas di kepolisian yaitu pelanggaran Pemilu yang dilakukan Bupati Indramayu, Irianto MS Syafiuddin. Irianto mengkampanyekan Partai Golkar di pertemuan dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat pidato sebagai Bupati Indramayu.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009