Pemerintah idealnya harus menyediakan skema permodalan yang ramah terhadap UMKM
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menyatakan, pemerintah perlu memperkuat skema permodalan yang lebih ramah terhadap usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang masih kerap terhambat akses terhadap kredit perbankan.
"Pemerintah idealnya harus menyediakan skema permodalan yang ramah terhadap UMKM. Selama ini, UMKM seringkali sulit mendapatkan modal dari bank karena kesulitan UMKM dalam memenuhi syarat creditworthiness yang menjadi standar bank dalam memberikan pinjaman," kata Pingkan dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Peneliti: kerja sama LinkAja dengan berbagai negara untungkan UMKM
Pingkan mengemukakan, creditworthiness diartikan sebagai syarat-syarat kelayakan untuk mendapatkan kredit dari bank.
Menurut dia, penguatan peran peer-to-peer lenders harus dilakukan pula untuk memberikan UMKM akses ke permodalan dengan skema pembayaran yang ramah bagi para UMKM.
Dia menyebutkan, peningkatan kapasitas bagi para UMKM juga perlu mengikuti dinamika perkembangan ekonomi digital, agar dapat tetap relevan dan membantu meningkatkan kontribusinya bagi perekonomian nasional.
Terlebih dalam situasi ekonomi seperti sekarang, di tengah lesunya perekonomian global yang salah satunya disebabkan oleh penyebaran Virus Corona, lanjutnya, kontribusi sektor UMKM perlu terus ditingkatkan.
Ia juga mengingatkan bahwa sesuai data Kementerian Koperasi dan UMKM, sektor tersebut membuka lapangan kerja bagi 96,87 persen angkatan kerja di Indonesia.
Selain itu, berdasarkan hasil Sensus Ekonomi yang diadakan setiap sepuluh tahun sekali, pada tahun 2016 kontribusi UMKM pada PDB mencapai 60,34 persen.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berupaya menggenjot potensi ekspor produk-produk usaha kecil menengah (UKM) ke berbagai negara hingga dua kali lipat kontribusinya terhadap ekspor nasional pada 2024.
"Saya diminta oleh Pak Presiden Joko Widodo untuk menaikkan ekspor UKM dua kali lipat dari sekarang. Pada 2024 itu kira-kira 30 persen, di mana saat ini baru 14,5 persen," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, saat mengunjungi Lembaga Kantor Berita ANTARA di Jakarta, Jumat (6/3).
Teten memaparkan, kontribusi ekspor produk UKM di Indonesia memang masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara lain, di antaranya Jepang yang kontribusinya mencapai 55 persen, Korea Selatan 60 persen, China 70 persen, dan Thailand 35 persen.
Teten optimistis bahwa UKM nasional mampu melahirkan produk-produk dengan standarisasi global, sehingga mampu diterima pasar internasional.
Namun, ia menambahkan bahwa untuk mengantisipasi lesunya pasar ekspor akibat mewabahnya COVID-19, Teten mendorong UKM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020