Busan (ANTARA News/Yonhap-OANA) - Mantan teroris perempuan Korea Utara yang dihukum karena menanam bom di pesawat Korean Air tahun 1987, Rabu waktu setempat, menepis isu bahwa kecelakaan itu direncanakan militer Korea Selatan untuk kepentingan politik.
Pesawat yang meledak di udara waktu itu menewaskan seluruh 115 penumpang dan awaknya dan Kim Hyun-hui mengaku telah melakukan kejahatan itu dibawah perintah rezim komunis Korea Utara.
Rekan sesama teroris dari Kim diberitakan bunuh diri sebelum sempat ditahan, namun beberapa keluarga yang kehilangan keluarganya menyangsikan Korea Utara berada di balik insiden itu dengan mengatakan pemerintahan mantan presiden Chun Doo-hwan terlibat di dalamnya.
Pemerintahan Korea Selatan di bawah kepemimpinan sebelumnya Presiden Roh Moo-hyun menyelidiki ulang kasus ini namun tidak berhasil mendapat bukti kuat yang mendukung tudingan-tudingan tersebut.
Para penyelidik hanya mengatakan, Korea Utara tampaknya merancang pemboman itu, sementara pemerintahan Chun mencoba menggunakan insiden itu bagi kepentingan politik.
"Sangat disayangkan bahwa (beberapa keluarga yang kehilangan anggotanya) masih tidak menyadari siapa yang menyebabkan terjadinya insiden 20 tahun lalu itu," kata Kim dalam jumpa pers setelah bertemu dengan anak laki-laki dan kakak Yaeko Taguchi.
Yaeko Taguchi adalah warga Jepang yang pada 1970-an diculik Pyongyang untuk keperluan melatih mata-matanya.
Kim mengatakan dirinya sempat tinggal bersama Taguchi lebih dari satu tahun pada awal tahun 1980-an untuk mempelajari bahasa dan kebudayaan Jepang.
"Insiden Korean Air adalah aksi terorisme Korea Utara. Saya ingin mengatakan bahwa saya bukan sosok palsu," katanya.
Pertemuan Kim dengan keluarga Taguchi serta jumpa pers menandai pemunculan pertama kalinya di depan umum sejak 1991, kendati sejak itu ia melakukan beberapa kegiatan tertutup.
Tahun 1991 Kim mengungkapkan keterangan rinci soal serangan ke maskapai penerbangan Korea Selatan itu dalam jumpa pers yang disiarkan televisi.
Kim --yang telah mendapat pengampunan-- pernah hidup terisolasi di sebuah kota di Korea Selatan setelah menikahi pengawalnya asal Korsel pada 1997 di tengah laporan bahwa ia berseteru dengan pemerintahan liberal Presiden Roh yang mempertanyakan keterlibatan Kim dalam pemboman pesawat.
Ketika ditanya pandangannya soal pemerintahan lalu, Kim menolak memberikan jawaban rinci.
"Saya hanya sedang menunggu hasil investigasi yang sedang dilangsungkan oleh pemerintahan yang sekarang tentang apa yang pemerintahan sebelumnya telah lakukan," katanya.
Kim mengatakan pemerintah Jepang perlu menjaga muka Korea Utara dan mencuri "hati para warga Korea Utara" agar dapat menyelesaikan masalah warga Jepang yang diculik Pyongyang.
Menurut Tokyo, setidaknya ada 17 warga negara Jepang telah diculik agen-agen Korea Utara pada tahun 1970-an hingga 1980-an.
Tahun 2002, Korut mengakui hanya menculik 13 orang dan memulangkan lima dari mereka ke negara asalnya dengan mengatakan bahwa sisanya telah meninggal, klaim yang ditentang oleh Tokyo.
"Jika upaya-upaya pemulangan berlanjut, saya rasa sebuah keajaiban bisa terjadi," katanya. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009