Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2019-2023 Firli Bahuri menegaskan kerja sama antara pimpinan dan Dewan Pengawas KPK masih terjalan dengan baik.
"Sampai hari ini tidak ada konflik antara dewan pengawas dan pimpinan KPK, karena tujuannya sama. Dewas tidak ada menghambat UU KPK, mekanismenya sudah dibangun," kata Firli di kantor ANTARA Jakarta, Rabu.
Pernyataan itu disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri saat berkunjung ke kantor ANTARA. Ia didampingi dua orang Wakil Ketua KPK yaitu Alexander Marwata dan Nurul Gufron serta plt Juru Bicara KPK Ali Fikri serta Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dan pejabat KPK terkait lainnya.
"Tugas pokok dewas ada di Pasal 37 b ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2019. Dewas memberikan izin atau menolak penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, sampai hari ini belum ada yang ditolak," tambah Firli.
Berdasarkan pasal 37 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK, setidaknya Dewan Pengawas punya enam tugas.
Pertama, mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK; kedua, menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK; ketiga, menerima laporan kalau ada dugaan pimpinan atau pegawai yang melanggar kode etik; keempat, melakukan persidangan terhadap orang yang melakukan dugaan adanya pelanggaran UU ataupun pelanggaran kode etik; kelima, memberikan persetujuan atau tidak atas penyadapan dan penggeledahan dan penyitaan; keenam, mengevaluasi kinerja KPK selama satu tahun dan melaporkannya ke Presiden, DPR dan BPK sudah diatur dalam UU.
"Mekanismenya sudah kita bangun kalau penyadapan maka akan kita gelar perkara lengkap alasan dan kasusnya, geledah dan penyitaan juga, penyadapan sudah lebih dari 116 yang berjalan, tidak ada masalah dewas dan pimpinan karena semangatnya sama," ungkap Firli.
Menurut Frili, sejak ia dilantik sudah ada lebih dari 116 surat perintah penyadapan, lebih dari 80 surat perintah penggeledahan, lebih dari 80 surat perintah penyitaan.
"Surat perintah penyelidikan sudah lebih dari 60, surat perintah penyidikan di atas 24, tidak ada hambatan tugas pokok KPK," tambah Firli.
Sedangkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa kejahatan KPK punya risiko ketahuan kecil.
"Risiko ketahuan korupsi itu kecil, kalau bisnis 'hi-risk hi-income' nah ini kebalikannya, risiko rendah pendapatan tinggi 2 bulan terakhir tidak ada OTT memangnya tidak ada suap? Mereka lebih hati-hati, buktinya apa? Tanpa OTT kita melakukan penindakan," kata Alex.
Alexander mencontohkan bahwa KPK dapat menindaklanjuti laporan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kita mendapatkan informasi birokrat setiap bulan ratusan juta, dari mana asalnya? Padahal dia tidak ada usaha selain sebagai birokrat kita dorong satgas pencucian uang, penindakan kita tidak harus OTT, banyak cara kita untuk penindakan," tambah Alexander.
OTT KPK terakhir dilakukan pada 8-9 Januari 2020 terhadap Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan tujuh orang lainnya terkait kasus dugaan suap dalam penetapan Pergantian Antar-Waktu (PAW) anggota DPR-RI terpilih 2019-2024. OTT itu pun didalami sejak masa kepemimpinan komisioner sebelumnya yaitu Agus Rahardjo dkk.
Baca juga: Firli: Kok tidak ada OTT? Mungkin pencegahan berhasil
Baca juga: Firli Bahuri sebut giat OTT tinggal menunggu waktu
Baca juga: KPK tetap komitmen tangkap buronan kasus korupsi
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020