Tbilisi (ANTARA News/AFP) - Ossetia Selatan menyatakan, Rabu, mereka akan mengizinkan pasukan Rusia menggunakan wilayah tersebut untuk pangkalan militer selama 99 tahun, demikian dilaporkan Kantor Berita Interfax.
Pemimpin Ossetia Selatan Eduard Kokoity mengatakan, pemerintahnya telah memutuskan "menyediakan wilayah untuk pembangunan pangkalan pasukan perbatasan Rusia di republik itu selama 99 tahun", kata Interfax.
"Wilayah untuk pembangunan pangkalan militer juga akan disediakan, saya rasa, untuk periode waktu yang sama," tambahnya.
Kokoity mengungkapkan harapan bahwa perjanjian mengenai pangkalan-pangkalan Rusia itu akan ditandatangani "secepat mungkin" sehingga bisa disahkan oleh parlemen di wilayah separatis Georgia tersebut.
Sementara itu, Presiden Georgia Mikheil Saakashvili mengatakan, Rabu, Georgia sedang mereorganisasi strategi militernya untuk dipusatkan lebih lanjut pada pertahanan nasional.
"Sebelumnya angkatan bersenjata Georgia dilatih di dalam kerangka kerja sama internasional untuk tujuan-tujuan pemelihara perdamaian... kini pasukan Georgia akan dilatih untuk menjamin perdamaian di Georgia, sehingga tidak seorang pun akan berusaha lagi memulai perang," katanya kepada pasukan dalam pernyataan yang disiarkan langsung di televisi Rustavi-2.
Menteri Pertahanan David Sikharulidze kepada AFP, Jumat, Georgia berencana mereformasi militer untuk mendorong kemampuan pertahanan agar bisa mempertahankan negara itu dari invasi.
Washington telah menyediakan ratusan juta dolar, termasuk bantuan militer dalam jumlah besar, bagi Georgia selaku sekutunya untuk waktu beberapa tahun, dan hal itu membuat tegang hubungan AS dengan Rusia.
Georgia dan Rusia tetap berselisih setelah perang singkat antara mereka pada Agustus tahun lalu menyangkut Ossetia Selatan.
Pasukan Rusia memasuki Georgia untuk mematahkan upaya militer Georgia menguasai lagi Ossetia Selatan pada 7-8 Agustus. Perang lima hari pada Agustus itu meletus ketika Tbilisi berusaha memulihkan kekuasannya dengan kekuatan militer di kawasan Ossetia Selatan yang memisahkan diri dari Georgia pada 1992, setelah runtuhnya Uni Sovyet.
Sementara itu, pemimpin Abkhazia Sergei Bagapsh mengatakan kepada Interfax sebelumnya bulan ini, provinsi itu akan segera menandatangani sebuah perjanjian yang mengizinkan Rusia membangun sebuah pangkalan di wilayah separatis lain Georgia itu untuk kurun waktu 49 tahun.
Rencana Rusia untuk tetap menempatkan ribuan prajurit di Abkhazia dan Ossetia Selatan telah membuat marah Tbilisi dan sekutu-sekutu Barat-nya, yang mengatakan bahwa hal itu melanggar gencatan senjata yang mengakhiri perang.
Pengakuan Moskow atas kemerdekaan kedua wilayah itu menyulut kecaman dari Georgia dan banyak negara Barat.
Rusia meresmikan pengakuannya atas kemerdekaan kedua wilayah Georgia yang memisahkan diri itu, Ossetia Selatan dan Abkhazia, pada 16 Januari ketika Presiden Dmitry Medvedev menerima duta-duta besar pertama mereka yang bersanding sejajar dengan para duta besar dari negara anggota NATO.
Nikaragua memberikan "pengakuan penuh" kepada republik-republik Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai "anggota baru komunitas negara merdeka dunia".(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009