Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Gerilyawan meledakkan sebuah bom pinggir jalan di Mogadishu, Rabu, menewaskan seorang pejabat keamanan senior Somalia dan tiga orang lain, kata sejumlah saksi mata dan pejabat.
Al-Shaabab, sebuah gerakan muslim militan yang memerangi pemerintah dan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika yang membantu mereka, mengklaim bertanggung jawab atas pemboman itu dan berjanji melancarkan serangan-serangan lebih lanjut.
Ledakan bom yang dikendalikan dari jarak jauh itu menewaskan kepala keamanan mantan Perdana Menteri Ali Mohamed Gedi -- yang juga bekerja untuk pemerintah baru -- dan saudaranya serta dua pengawal ketika mereka sedang berkendaraan di wilayah utara ibukota Somalia tersebut, kata polisi.
"Perwira itu dan sejumlah pengawalnya tewas di lokasi kejadian dalam ledakan yang diberkahi itu. Mobilnya hancur berantakan," kata al-Shaabab di situs beritanya www.kataaib.info.
"Al-Shaabab menegaskan lagi bahwa para mujahidin (pejuang) kami akan melanjutkan operasi untuk menyerang pasukan asing, aparat pemerintah dan prajurit-prajurit mereka. Di mana pun mereka lewat, kami akan mengawasi mereka," katanya.
Negara Tanduk Afrika itu dilanda konflik bersaudara selama hampir dua dasawarsa, dan badan-badan keamanan Barat khawatir wilayah itu akan menjadi pangkalan gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda.
Para analis mengatakan, al-Shabaab merupakan ancaman terbesar bagi pemerintah baru Somalia, yang sedang melakukan upaya ke-15 untuk menciptakan perdamaian yang bisa bertahan di negara Tanduk Afrika yang tidak punya pemerintahan sejak 1991 itu.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.
Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.
Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.
Pemerintah sementara Somalia telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.
Washington menyebut al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara itu.
Pemerintah transisi lemah Somalia tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal asing dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.
Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.
Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu terjadi antara April dan Juni tahun lalu saja.
Rabu, NATO menyatakan akan mengirim kapal-kapal perang ke kawasan itu untuk melakukan operasi baru anti-perompakan.
"Para duta besar NATO telah menyetujui rencana operasional bagi penempatan kelompok maritim angkatan laut untuk melakukan operasi anti-perompakan di lepas pantai Somalia," kata jurubicara NATO James Appathurai kepada wartawan di Brussel.
Ia menambahkan bahwa tujuh kapal -- masing-masing satu dari AS, Kanada, Belanda, Portugal dan Spanyol, dan dua dari Jerman -- akan meninggalkan Terusan Suez menuju wilayah itu pada 19 Maret.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009