Oleh John Nikita S.
Ambon (ANTARA News) - Bermain pasir di tepi pantai merupakan kebiasaan yang gemar dilakukan Inggrid, John, dan Adhit, tiga bocah Desa Alang, Kecamatan Leihitu, Provinsi Maluku.
"Katong ada barmaeng pasir om (Kita sedang main pasir om)," kata Inggrid, ketika ditemui sedang bermain bersama dua sahabatnya itu, di tepi pantai Pasir Putih yang membentang sejauh kurang lebih 500 meter di dekat jalan raya Negeri Alang.
Gadis berkulit hitam dengan rambut agak ikal itu tersenyum dan tertawa kecil saat disapa, demikian pula reaksi yang diberikan kedua sahabatnya.
Membangun istana pasir, lengkap dengan terowongan dan selokan di sekelilingnya, biasa dilakukan anak-anak Negeri Alang saat liburan.
Tempat Inggrid, John, dan Adhit bermain merupakan kawasan pantai berpasir putih yang banyak dihiasi karang papan, batu karang yang tidak tajam sehingga orang yang menginjaknya tanpa alas kaki pun tidak perlu khawatir tergores atau tertusuk.
Kecuali obyek wisata Pantai Natsepa, kawasan pantai di Pulau Ambon umumnya berkarang papan, warnanya putih kekuningan, seperti terlihat di pantai Pasir Putih Alang.
Ditetapkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Maluku sebagai salah satu lokasi kunjungan wisata, pantai tersebut berlokasi di wilayah kecamatan Leihitu Barat, yang mencakup Desa Wakasihu, Larike, Alang, Liliboy dan Hatu.
Menurut Camat Leihitu Barat John Mahulette, kawasan pesisir daerah ini memiliki pesona alam bawah laut dan pemandangan yang eksotik, dan karenanya sangat pantas untuk dijadikan obyek wisata alam, khususnya di tiga lokasi, yakni pantai Pasir Putih, Tapi, dan Alang.
Tapi dan Alang dengan bibir pantai melekuk ke arah daratan memiliki air jernih dengan kombinasi warna hijau (dangkal) dan biru gelap (dalam). Rencananya di dua lokasi itu akan dibangun tempat rekreasi memancing dan menyelam untuk menikmati keindahan alam bawah air, sementara wisatawan yang ingin berjemur dan berenang dapat melakukannya di lokasi Pasir Putih.
Pada hari Sabtu dan Minggu, kawasan pesisir Tanjung Alang cukup ramai dikunjungi wisatawan, meskipun yang berasal dari luar negeri bisa dihitung dengan jari. Dalam bahasa Maluku, kondisi seperti itu bisa diibaratkan "mamboro" (setengah tidur).
Pesta rakyat
Negeri Alang terletak di bagian ujung Barat Teluk Ambon, dan dapat didatangi melalui perjalanan darat melalui sejumlah negeri, yakni Batu Merah, Tantui, Galala, Halong, Latu, Lateri, Paso, Waiharu, Humuth/Durian Patah, Poka, Wayame, Tawiri/Hative Besar, Laha (Bandara Pattimura), dan Liliboy.
Pada akhir pekan, bahu kiri jalan utama di lokasi Pasir Putih dipenuhi puluhan mobil dan motor yang parkir. Di lokasi utama terlihat sejumlah pekerja sedang membuat pondasi lapangan voli pantai.
Melihat potensinya sebagai pesona bagi wisatawan lokal maupun internasional, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi berupaya membangun Desa Alang sebagai obyek wisata andalan yang dapat memberikan kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah.
Sebagai salah satu upaya untuk memperkenalkan obyek wisata Negeri Alang, pemerintah Maluku sedang menyiapkan penyelenggaraan sebuah festival budaya dan pariwisata bertajuk Pesta Rakyat, dijadwalkan berlangsung pada 28 Maret.
Selain jalan darat dari Ambon dan Laha (Bandara Pattimura) menuju Desa Alang sudah dimuluskan, penyelenggara festival sekarang ini sedang sibuk mempersiapkan tempat tinggal bagi para pengunjung yang akan datang.
"Kalau tidak membangun pondok atau hotel, kami akan meminta warga di sini menyiapkan rumahnya untuk tempat menginap. Isitilahnya `homestay`," kata Kadinas Kebudayaan dan Pariwisata Maluku Ny Florance Sahusilawane.
Menurut dia, untuk pengembangan Negeri Alang sebagai daerah wisata, pihaknya bersama Camat Leihitu Barat dan Raja-Raja Negeri (kepala desa/lurah) Wakasihu, Larike, Alang, Liliboy dan Hatu serta pelaku pariwisata dari berbagai biro perjalanan serta Himpunan Pramuwisata Indonesia Cabang Maluku telah bertatap muka dengan masyarakat setempat dan memberikan masukan tentang bagaimana masyarakat dan pemerintah bersama-sama mengembangkan potensi wisata yang ada di daerah mereka.
Dalam Pesta Rakyat yang dipusatkan di Negeri Alang, para pengunjung akan menikmati berbagai kesenian tradisional dan budaya setempat, juga makanan khas.
Sejauh ini, penyelenggara sudah menyiapkan sejumlah atraksi seperti Tifa Totobuang dan Sawat, yang merupakan kolaborasi seni dari dua tradisi masyarkat Kristen dan Muslim di Maluku, juga atraksi Timba Laor, menangkap cacing laut dengan alat siru-siru yang biasa dilakukan pada periode Maret-April.
Acara lainnya pembinaan sadar wisata dan pemberdayaan masyarakat, peragaan busana daerah, pertunjukan Tari Sagu, Tari Sahureka-reka, Tari Cakalele, Tari Ramas Kasbi (ubi), Tari Sayur Meti, Pencak silat, dan sejumlah permainan termasuk voli pantai, apiong (gasing), jona-jona (tempurung) yang menggambarkan kerinduan anak muda Maluku di rantau untuk pulang ke kampung halaman.
Selain itu, juga akan diadakan pameran sejarah, arkeologi, dan pemutaran film tentang pembangunan yang sekaligus merupakan sosialisai pemilu kepada masyarakat.
Menjadi teladan
Negeri Alang di ujung barat Teluk Ambon terpencil dan terkesan sedikit terisolasi. Kendati mayoritas penduduknya beragama Kristen, mereka dapat hidup berdampingan, rukun dan damai dengan masyarakat negeri tetangga, yaitu Wakasihu dan Larike.
Dengan diresmikannya jalan utama Laha-Wakasihu, sebulan sebelumnya, akses menuju negeri itu pun semakin terbuka, cepat dan lancar. Perjalanan dari ibukota Ambon dengan kendaraan darat hanya menghabiskan waktu 45 menit, menempuh jarak sekitar 45 kilometer.
Terbukanya akses jalan menuju Negeri Alang terbukti pula berbanding lurus dengan peningkatan jumlah orang yang mengunjunginya untuk berekreasi saat liburan, mengingat potensi wilayah pesisirnya yang menarik sebagai tempat rekreasi dan wisata.
Lebih dari itu, Pesta Rakyat yang bakal digelar dipastikan akan semakin membuka keberadaan Negeri Alang, tanah kelahiran Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, di mata masyarakat nasional dan internasional.
Pemerintah Maluku juga menyatakan harapan agar negeri yang juga dikenal sebagai penghasil langsat (duku) dan durian itu bisa menjadi daerah kunjungan wisata andalan, seperti halnya Pantai Natsepa.
Kehidupan masyarakatnya yang rukun dan bisa berdampingan secara damai, selama ini juga disebut-sebut sebagai teladan yang sangat positif.
Inggrid, John, dan Adhit barangkali hanya tiga bocah biasa, tetapi kerukunan di antara mereka sudah bisa dijadikan bukti. (*)
Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009