Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menyatakan pemerintah harus memberdayakan UKM untuk membendung ancaman PHK yang diperkirakan akan semakin banyak terjadi pada kuartal II tahun ini (sekitar Mei-Agustus) akibat krisis global.
Ketua Umum HIPPI Suryo B Sulisto dalam Dialog Nasional Peran Pengusaha Nasional Menghadapi Krisis Global Dalam Merebut Pasar Lokal di Jakarta, Rabu, mengatakan, pemberdayaan UKM bukan hanya menampung angkatan kerja baru tapi juga korban PHK sehingga mereka mempunyai pendapatan.
Jumlah UKM pada tahun 2007, kata dia, mencapai 49,7 juta unit dan bila masing-masing mempekerjakan dua karyawan, maka setidaknya terbuka 99,4 juta angkatan kerja. Artinya, sebenarnya jumlah tersebut bukan hanya mencerminkan angkatan kerja yang terserap dalam lapangan kerja, tapi juga pasar potensial bagi UKM sendiri maupun industri nasional.
Mengenai krisis global itu sendiri, katanya, HIPPI memandang tidak perlu dicemaskan bila pemerintah bersama dunia usaha, serta masyarakat bersungguh-sungguh dalam memberdayakan UKM. Pendekatan pemerintah pada UKM pun sebaiknya bukan pada sekadar bantuan namun memang ingin menaikkan kapasitas UKM agar memperkuat sendi-sendi perekonomian bangsa.
Dalam hal ini pemerintah, lanjutnya, bisa memperkuat bantuan modal, terutama jaminan kredit, sehingga UKM dapat mengakses perbankan dan lembaga keuangan. Pemerintah juga harus memperluas pasar dengan memperbanyak pameran, baik yang dilakukan instansi pemerintah maupun bersama-sama dengan institusi swasta, ke seluruh tempat di Indonesia.
Langkah lainnya yang juga termasuk penting adalah mempermudah akses UKM dapat memperoleh perizinan sehingga menjadi badan usaha formal. Formalitas sebuah lembaga usaha akan memudahkannya bekerjasama dengan mitra kerja, mengakses modal, melakukan penetrasi pasar.
Sementara untuk melindungi industri dalam negeri, pemerintah perlu memperbanyak regulasi pengetatan impor. Sebaiknya pemerintah tidak latah mempermudah impor dengan alasan keterbukaan perdagangan bebas. Sebenarnya aturan tersebut dapat diakali dengan menyusun aturan yang tidak berbenturan dengan perdagangan bebas, tapi tetap mendukung perkembangan industri nasional. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009