Kupang (ANTARA News) - Banyak perempuan di desa-desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) termakan bujuk rayu para calo tenaga kerja wanita (TKW) lewat iming-iming atau informasi keliru soal gaji yang sangat besar bekerja di luar negeri, menjadikan NTT salah satu wilayah buruh migran terbesar ketiga di Indonesia.

Informasi yang disampaikan oleh Direktris LSM Rumah Perempuan, Yuliana Ndolu, di Kupang, Selasa menyebutkan, pihaknya telah menggagalkan keberangkatan 425 calon tenaga kerja anak dan perempuan yang hendak diberangkatkan ke luar negeri, tidak melalui proses resmi.

Rumah Perempuan, kata dia, juga bekerja sama dengan sebuah jaringan LSM internasional untuk memulangkan TKW yang bermasalah. Ada yang pulang seperti orang gila karena mengalami depresi berat, sementara ada yang pulang membawa anak tanpa suami.

TKW yang dipulangkan dalam keadaan depresi ini, kata dia, ketika ditanya mengenai alamatnya di daerah untuk dipulangkan, menyebut nama kampung di Kupang, tetapi ketika dikejar dengan pertanyaan lanjut, kampung itu malah berada di Atambua, perbatasan dengan Timor Leste.

"Ada yang pulang bawa anak muka seperti orang India karena majikannya orang India,"kata Yuliana dan menambahkan, persoalan kemiskinan mengakibatkan anak-anak gadis di desa-desa muda termakan bujuk rayu para calon TKW.

Menurut dia, informasi yang benar mengenai situasi dan kondisi di luar negeri harus diperoleh secara proporsional dan ada upaya pengentasan kemiskinan yang fokus, guna menekan keinginan kaum perempuan untuk mau menjadi TKW tidak melalui prosedur resmi.

Menurut dia, negara, mestinya memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat dan memutus mata rantai percaloan dan mungkin juga perdagangan manusia ini.

Dia mengaku, sejumlah kasus di mana pengiriman TKW secara ilegal ke luar negeri terbongkar karena peran media massa. Karena pemberitaan media, para aktivis yang menaruh kepedulian pada penanganan masalah TKW ini menjadi sangat terbantu.

Karena kemiskinan menjadi akar masalah, lanjut dia, maka pemerintah mestinya memikirkan program-program pemberdayaan guna meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan, agar tidak mudah termakan oleh bujuk rayu para calo TKW.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009