Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dipandang harus mulai fokus pada mitigasi wabah virus corona (COVID-19) dalam merevisi Peraturan Menkumham Nomor 3 tahun 2020.
Permenkumham 3/2020 tentang penghentian sementara bebas visa kunjungan, visa, dan pemberian izin tinggal keadaan terpaksa bagi warga negara China dan warga asing dari China tersebut dipandang hanya mengatur langkah preventif atau langkah-langkah yang bersifat cegah tangkal.
"Yang harus jadi fokus adalah mitigasi, antisipasinya bagaimana? Menurutku, (Permenkumham 3/2020) ini (langkah) preventif bukan mitigasi, jadi lebih bersifat cegah tangkal," ujar pengamat bidang militer/ pertahanan keamanan Connie Rahakundini saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Sementara mitigasi wabah COVID-19 dalam Permenkumham 3/2020 itu dikatakan Connie harus mulai dipikirkan, mengingat dari seluruh kasus virus COVID-19 yang ada, secara total ada 12 kasus penularan secara penularan dari luar negeri (imported case).
Mengingat banyaknya imported case itu, pemerintah harus memasukkan langkah mitigasi wabah dari luar negeri dalam revisi aturan Permenkumham 3/2020 yang masa berlakunya sudah selesai pada 29 Februari 2020 lalu dan katanya akan dievaluasi kembali itu.
Kedua, Connie juga menyoroti aturan kurun waktu 14 hari bagi WNA yang berkunjung di China agar tidak diberikan izin masuk ke Indonesia dalam pasal 3 dan pasal 4 Permenkumham 3/2020 tersebut.
Menurut dia, harusnya 24 hari bukan hanya 14 hari. Jadi bukan hanya dihitung dari masa inkubasi kuman yang 14 hari hingga 24 hari saja. Tapi harus melampaui itu.
Ketiga, Connie mengatakan bahwa Pemerintah perlu menyiapkan rencana cadangan untuk menghadapi skenario terburuk (Contingency Plan for The Worst Scenarios).
Menurut Connie, dalam mitigasi yang yang lebih penting adalah Pemerintah menyiapkan Contingency Plan for The Worst Scenarios itu.
"Aku enggak tahu ini harus masuk ke Permenkumham atau Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) atau di mana, tapi (contingency plan) menjadi sangat penting," kata Connie.
Dalam contingency plan itu, pemerintah harus memberi kejelasan tentang siapa berbuat apa dengan cara bagaimana untuk mengantisipasi keadaan yang mengganas.
Oleh karena itu, kata dia, jika terjadi pemerintah sipil lumpuh akibat bencana (perang atau wabah), institusi militer harus dapat disiapkan untuk menghadapi situasi dan kondisi negara yang abnormal tersebut.
"Contoh kecil, semalam baik aku dan Profesor Herawati Sudoyo (Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Eijkman) jelas menyatakan Indonesia tidak mampu untuk melakukan isolasi kota," kata Connie.
Baca juga: Yurianto: Pulau Galang tidak hanya untuk RS tapi juga observasi
Baca juga: Menteri PUPR: Pembangunan fasilitas observasi Corona rampung 28 Maret
Baca juga: Dinkes Bengkalis: Satu pasien jalani observasi Corona di RSUD
Baca juga: Menko PMK: Presiden instruksikan pembenahan Pulau Galang dua minggu
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020