Jakarta (ANTARA News) - Bakal calon presiden (Capres) dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto menyatakan, tidak akan menjual aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan alasan apapun tetapi justru bertekad menjadikan BUMN sebagai lokomotif kebangkitan ekonomi nasional. Prabowo saat meluncurkan Delapan Program Aksi untuk Kemakmuran Rakyat di Jakarta, Selasa, menyatakan, kecenderung di berbagai negara, termasuk Singapura, Malaysia, Korea Selatan, China dan negara-negara Eropa justru menjadikan BUMN di negaranya sebagai lokomotif ekonomi dan devisa bagi negara. BUMN itu benteng terakhir lokomotif ekonomoi sehingga jangan dijual kepada pihak asing. Penjualan BUMN merupakan jebakan neo-liberal atau neo-kapitalis untuk melemahkan kemandirian bangsa di bidang ekonomi. "Singapura menjadikan BUMN-nya untuk menggerakan 70 persen sektor ekonomi, tetapi swasta tetap berkembang," katanya. Prabowo mengemukakan, salah satu alasan yang tersirat dari pengunduran dirinya dari Golkar karena Golkar tidak bersikap tegas terhadap rencana pemerintah menjual 30 BUMN. "Saya dengar Gelora Bung Karno juga sudah digadaikan," katanya. Prabowo juga menyatakan prihatin bank-bank BUMN yang lebih banyak mengucurkan dana kredit untuk pembangunan pusat perbelanjaan dan apartemen. Ada bank BUMN yang memiliki jaringan hingga pedesaan dan jumlah nasabahnya mencapa 31 juta orang. Tabungan bank BUMN itu rata-rata Rp1 juta/nasabah sehingga dana simpanan nasabah mencapai Rp31 triliun. "Tetapi berapa kredit yang dikucurkan untuk kredit mikro dan kredit untuk pedagang-pedagang di pasar-pasar tradisional?," kata Prabowo yang juga Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI). Prabowo yang memiliki tim ahli termasuk Kwik Kian Gie dan Widya Purnama menyatakan, pihaknya tidak anti pembangunan pusat perbelanjaan dan tidak anti pembangunan apartemen. Tetapi pemerintah diharapkan konsisten dengan ketentuan yang diterbitkan sendiri bahwa pembangunan pusat perbelanjaan adalah 2,5 kilometer dari pasar tradisional. Hal itu untuk melindungi pasar tradisional yang menjadi andalan berusaha bagi pengusaha mikro. Jika pasar tradisional tidak dapat bertahan hidup, maka akan semakin banyak orang yang menjadi miskin. "Saya tidak anti pengusaha besar. Saya punya perusahaan, begitu juga kakak saya (Hasim Djojokusumo). Tetapi untuk apa kita kaya kalau di sekeliling kita orang-orang miskin," katanya. Dia menyatakan, keterpurukan pasar tradisional semakin memprihatinkan karena banyak pusat perbelanjaan dan pasar-pasar swalayan yang tidak diarahkan untuk melindungi ekonomi mikro. Penderitaan pedagang Pasar Koja Jakarta Utara menjadi contoh tida adanya perhatian pemerintah. "Semua terdiam mendengar jeritan pedagang Pasar Koja," kata yang juga menambahkan, hal seperti itu terjadi pula di Blok M dimana pusat perbelanjaan ada yang dibangun tepat di atas pasar yang dimiliki pengusaha mikro. Dia mengemukakan, jika dibina secara baik, pedagang kecil akan bisa taat dan bisa hidup dengan hanya pinjaman modal dagang Rp500 ribu. Tetapi mereka seperti tidak diperhatikan. "Kita mendengar hampir setiap minggu terjadi kebakaran. Kebakaran atau dibakar?," katanya yang menambahkan, hampir selalu insiden kebakaran melahirkan proyek pembangunan pasar yang harganya akan lebih mahal dan tidak terjangkau. Pasar modern yang dibangun di atas pasar yang terbakar itu kemudian dijual sangat mahal sehingga pedagang tradisional tidak bisa membeli kios. "Harga per meter persegi pasar modern di Blok M itu lebih mahal dari harga kios di Orchad Road Singapura," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009