Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan menurunkan tim survei makroseismik ke zona gempa di Sukabumi Jawa Barat untuk memetakan sebaran dampak kerusakan bangunan di wilayah tersebut.
"Data ini penting untuk validasi peta shakemap yang dipublikasikan BMKG," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Selain itu BMKG juga akan memasang beberapa portable digital seismograpf untuk memonitor aktivitas gempa susulan.
Lebih lanjut Rahmat mengatakan, tim survei BMKG juga akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan memberikan penjelasan seputar mitigasi gempa bumi, cara selamat saat terjadi gempa, serta menenangkan masyarakat.
Gempa Sukabumi dengan magnitudo 5,1 pada Selasa (10/3) petang termasuk gempa tipe II, dimana gempa diawali dengan gempa pendahuluan, selanjutnya terjadi gempa utama, dan kemudian diikuti gempa susulan.
Sebelum terjadi gempa utama (main shock) dengan magnitudo 5,1 pada pukul 17.18.04 WIB, didahului aktivitas gempa pendahuluan (foreshock) dengan magnitudo 3,1 pada pukul 17.09 WIB. Setelah terjadi gempa utama, selanjutnya diikuti gempa susulan (aftershock) dengan magnitudo 2,4 pada pukul 18.06 WIB.
Baca juga: Sekda Jabar jamin penanganan gempa bumi Sukabumi berjalan cepat
Data BPBD Provinsi Jawa Barat menunjukkan gempa tersebut menimbulkan kerusakan di beberapa wilayah kecamatan di Sukabumi. Tercatat di Kecamatan Kalapanunggal (17 rumah rusak berat, 15 rumah rusak sedang dan 17 rumah rusak ringan), Kecamatan Parakansalak (dua rumah rusak sedang), Kecamatan Cidahu (satu rumah rusak), dan Kecamatan Kabandungan (beberapa rumah rusak ringan).
Ada beberapa pembelajaran yang dapat diambil dari kasus gempa Sukabumi. Pertama, di wilayah Indonesia ternyata masih banyak sebaran sesar aktif yang belum teridentifikasi dan terpetakan strukturnya dengan baik. Identifikasi dan pemetaan sesar aktif sangat penting untuk kajian mitigasi dan perencanaan wilayah.
Kedua, adalah mewujudkan bangunan tahan gempa. Hal ini penting karena banyaknya korban sebenarnya bukan disebabkan oleh gempa, tetapi timbul korban akibat bangunan roboh dan menimpa penghuninya.
Membuat bangunan rumah tembok asal bangun tanpa besi tulangan atau dengan besi tulangan dengan kualitas yang tidak standar justru akan menjadikan penghuninya sebagai korban jika terjadi gempa.
Baca juga: BMKG: Gempa Selasa sore di Sukabumi terkuat dalam 19 tahun terakhir
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020