Hal demikian terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) atas terdakwa Henry Leo, pengusaha properti, Serta kasasi Subarda Midjaja, mantan Dirut PT Asabri.
"Ya dikembalikan ke Tan Kian, kalau putusan kasasinya itu menguatkan putusan PN Jaktim terkait Henry Leo," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy di Jakarta, Senin.
Kendati demikian, ia mengaku belum menerima secara resmi putusan kasasi tersebut, dan saat ini masih menunggu laporan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Timur dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, apakah putusan kasasi itu sudah diterima.
"Kalau sudah diterima, putusan itu akan dipelajari," katanya.
Ia menyatakan kalau putusannya benar-benar menguatkan putusan PN Jaktim, artinya pendapat jaksa penyidik dapat ditindaklanjuti. "Kalau berbeda nanti akan dipertimbangkan langkah lain," katanya.
Seperti diketahui, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan untuk usulan penghentian penyidikan (SP3) perkara Tan Kian (pengelola Plaza Mutiara), terkait kasus PT Asabri, harus menunggu dahulu putusan kasasi di MA.
Status Tan Kian sendiri sampai sekarang masih ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan kepemilikan Plaza Mutiara dikembalikan ke Tan Kian karena sudah mengembalikan uang PT Asabri sebesar 13 juta dollar AS. �
Sementara itu, kuasa hukum Henry Leo, Boyamin Saiman, membenarkan, kasasi Henry Leo ditolak dan putusannya tetap mengacu kepada putusan PN Jaktim dengan hukuman enam tahun penjara.� "Demikian pula dengan status Plaza Mutiara dikembalikan kepada Tan Kian, karena mengacu pada putusan PN Jaktim," katanya.�
Ia mengaku kecewa dengan putusan itu, karena pembangunan Plaza Mutiara jelas menggunakan dana prajurit namun gedung itu dikembalikan kepada Tan Kian.� "Kami benar-benar kecewa," katanya.�
Terdakwa Henry Leo melalui kuasa hukumnya menyatakan pembangunan Plaza Mutiara itu, semula untuk dijadikan gedung pusat PT Asabri, karena bangunan sebelumnya di Cawang sudah tidak memadai.
Kemudian, PT Cakrawala Karya Buana (CKB) yang akan mengelola gedung Plaza Mutiara meminjam kredit kepada Bank Internasional Indonesia (BII) sebesar 13 juta dollar AS.
Namun saat batas waktu yang ditentukan, kredit itu tidak bisa dilunasi sampai BII direkapitalisasi oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Pinjaman saat itu di BII, baru mencapai 10.688.060 dolar AS, dan sisa kredit sebesar 2,2 juta dolar AS tidak bisa dicairkan karena BII terkena dampak krisis.
Kemudian, pada 15 September 2000 PT CKB mendapatkan perpanjangan fasilitas kredit, dan disetujui oleh Tan Kian melalui surat 18 September 2000.
Namun kenyataannya tidak dilaksanakan oleh Tan Kian, hingga pada 13 September 2002 perpanjangan fasilitas kredit tersebut dibatalkan oleh BII dan mengalihkan utang PT CKB kepada pihak lain.
Setelah BII diambil alih oleh BPPN, tanpa persetujuan Henry Leo secara sepihak Tan Kian, melakukan perubahan atas perjanjian sewa menyewa Plaza Mutiara dari PT CKB menjadi PT PBS, serta mengalihkan penyetoran sewa gedung dari rekening penampungan atas nama PT CKB.
Atas perubahan dan pengalihan itu, Tan Kian diuntungkan menerima biaya sewa perkantoran dengan perhitungan 17 ribu meter persegi x 10 dolar AS x 120 bulan (10 tahun), yang secara keseluruhan mendapatkan 20,4 juta dolar AS.
Namun penerimaan tersebut, tidak dibayar sehingga kredit PT CKB kepada BII dinyatakan macet.
Selanjutnya, BPPN menjual utang PT CKB yang dibeli oleh PT Newfort Bridge (NFB) yang notabene merupakan perusahaan milik Tan Kian. Harga jual utang itu 2,5 juta dolar AS jauh di bawah utang PT CKB kepada BII. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009