Keputusan pemerintah itu terjadi berkat kerja sama dan kesepahaman dengan masyarakat setempat, yang dijembatani Kawasan Konservasi YUS, yang telah memakan waktu lebih dari satu dasawarsa. Kerja sama dan kesepahaman itu juga terjadi berkat kesertaan Kebun Binatang Taman Woodland di Seattle dan Arlington, Virginia, Amerika Serikat, yang berinduk kepada Konservasi Internasional.
Dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Denpasar, Senin, menyatakan, kawasan konservasi YUS itu meliputi tiga daerah aliran sungai utama di sana, yaitu Sugai Yopno, Sungai Uruwa, dan Semenanjung Huon, secara total melingkupi area seluas 760 kilometer persegi, mulai dari kawasan pantai utara Papua New Guinea hingga ke pegunungan dalamnya.
Kawasan konservasi itu dikelola berdasarkan konsep konservasi modern yang memberi keuntungan bagi kehidupan alam liar dan juga manusia yang menghuni kawasan itu. Hujan hujan tropis itu diketahui menyimpan karbon dalam jumlah mencengangkan sehingga melindunginya berarti mencegah pelepasan gas rumah kaca yang membahayakan dunia melalui pemanasan globalnya.
Kawasan itu juga menjadi tempat bernaung bagi sekitar 10.000 warga setempat, selain menjadi habitat bagi kanguru pohon jenis matschie, jenis yang tercantum dalam Daftar Merah IUCN. Jenis ini sangat unik karena memiliki kepala seperti beruang, ekor berambut tebal, dan kantong besar sebagaimana layaknya hewan marsupialia.
Dr Lisa Dabek, Direktur Konservasi Kebun Binatang Taman Woodland, juga Direktur Program Penyelamatan Kanguru Pohon, menyatakan, "Dengan menciptakan kawasan pertama konservasi di negara ini, pemerintah dan masyarakat negara ini telah membangun zone aman bagi kawasan dengan biodiversitas yang tidak tergantikan di dunia ini. Dalam jangka panjang, kawasan ini akan menyumbang bagi upaya penanggulangan perubahan iklim global."
Kebun binatang dari Amerika Serikat dengan majalah National Geographic dan CI, telah bahu-membahu dengan pemerintah PNG dan pemilik lahan setempat selama lebih dari 12 tahun untuk membangun Area Konservasi YUS. Kawasan ini pertama kali dideklarasikan sebagai kawasan konservasi melalui Undang-undang Kawasan Konservasi PNG pada 1978. Kawasan ini juga mewakili lebih dari 35 desa asli di kawasan itu, yang bergabung bersama untuk mendukung undang-undang tersebut.
Saat tanah di kawasan itu masih dimiliki orang perorang, warga kampung secara formal berkomitmen melarang segala bentuk kegiatan pembangunan, mulai dari penebangan pohon hingga penambangan. Deklarasi tentang manajemen kawasan konservasi yang lebih mutakhir bersifat lebih permisif terhadap kegiatan penebangan pohon, pertambangan, dan aktivitas lain yang bersifat destruktif.
Dengan melindungi kawasan hutan hujan tropis ini di Kawasan Konservasi YUS, berarti mencegah pelepasan sekitar 13 juta ton karbon dari biomassa di dalam hutan ke udara, yang berubah bentuk menjadi karbondioksida.
"Kawasan konservasi baru ini menunjukkan betapa baik hasil yang bisa diraih jika pemerintah dan masyarakat bergandengan tangan," kata Presiden CI, Russell A Mittermeier. Dia menyatakan, "Selamat pada pemerintah PNG dan komunitas di kawasan ini karena bersedia mempertahankan kawasan ekosistem esensial ini, juga bagi berbagai keuntungan yang bisa mereka dapat nanti, saya harap banyak kawasan serupa lain di dunia ini yang secara simultan mau meniru langkah seperti ini."
Mempertahankan biodiversitas di PNG jadi masalah rumit mengingat keunikan negara itu dalam aspek sosial dan geopolitiknya. Negara itu memiliki sistem kepemilikan lahan yang tidak kalah rumit, karena lahan di pedalaman banyak dimiliki klan keluarga dan tuan tanah lokal(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
memang banyak tapi klo uang berbicara, konservasi hanya wacana saja...