Denpasar (ANTARA News) - Kesepakatan bersama untuk meniadakan pawai ogoh-ogoh pada malam Pengrupukan, sehari menjelang hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1931, 25 Maret 2009 tidak akan mengurangi makna perayaan hari suci tersebut.
"Hanya saja setelah kegiatan ritual tawur Kesanga, sore hari menjelang malam ada sesuatu yang terasa kurang, karena biasanya diarak ogoh-ogoh, hasil kreatifitas generasi muda keliling desa atau kota," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana di Denpasar Senin.
Ia mengatakan, peniadaan pawai ogoh-ogoh kali ini terkait dengan masa kampanye partai politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.
"Penundaan sementara kreatifitas anak-anak muda itu sebagai upaya antisipasi menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan menjelang pesta demokrasi," ujar Ngurah Sudiana.
Ia menjelaskan, pawai ogoh-ogoh akan kembali dilaksanakan pada malam penggrupukan hari Suci Nyepi tahun berikutnya.
Absennya pawai ogoh-ogoh, sejenis boneka berukuran besar menyerupai raksasa dengan wajah menyeramkan itu menjelang Pemilu sudah beberapa kali dilaksanakan. antara lain menjelang Pemilu tahun 2004 lalu.
Seperti malam Pengrupukan pada Hari Raya Nyepi tahun-tahun sebelumnya ribuan ogoh-ogoh diarak keliling desa dan kota oleh anak-anak muda.
Hasil kreatifitas seni kalangan generasi muda di Pulau Dewataitu biasa diarak "menari-nari" dengan irigan gong blaganjur di jalan umum mengelilingi banjar, desa, kecamatan dan kota di Bali.
"Jika arak-arakan seperti itu diadakan pada malam Pengupukan Hari Raya Nyepi 25 Maret mendatang yang kebetulan sedang berlangsungnya kampanye Pemilu akan sangat rawan, karena mudah terjadi benturan antar pendukung parpol yang berlainan" ujar Ngurah Sudiana.
Oleh sebab itu semua pihak hendaknya mengantisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, agar pesta demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat di DPR-RI, DPRD Propinsi, Kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta presiden dan wakil presiden lima tahun kedepan dapat berjalan aman dan lancar, harap Sudiana.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
kecewa dengan keputusan ini (meskipun tidak berpengaruh apa-apa....)
keputusan ini tidak berpihak pada pelestarian Budaya... kalau pawai ogoh-ogoh ditakutkan menjadi ajang kerusuhan, pecalangnya aja yang dirapatkan, diparumkan, diberi kewenangan pengamanan penuh agar bertugas lebih bijak dan membela kepentingan budaya, bukan membela kepentingan Partai....
Kalau peparuman bendesa adat itu bisa membatalkan pawai ogoh-ogoh, bagemana dgn pengaturan pecalang, bisa ndak?
Siapa pun yang membuat keputusan ini terus terang saya sebagai orang Bali sangat2 kecewa,
mengapa tidak sekalian aja karya di Pura Besakih kita batalkan aja tahun ini kan bertepatan dengan pemilu.Padahal ogoh2 bukan hanya sekedar upacara di Hari raya Nyepi,tapi juga sebagai hiburan bagi sebagian rakyat yg masih peduli pada kreatifitas anak muda.Bagi orang yg sudah melarang ogoh2 saya harap belajarlah agama lebih dalam.