Lombok Timur, NTB (ANTARA News) - Salah satu pelaku usaha pariwisata, Perama Travel Club bersama para nelayan berupaya melestarikan pulau-pulau kecil atau yang sering disebut gili, di Selat Alas, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). "Kami berupaya menjaga kelestarian kedua gili ini dari ancaman kepunahan akibat pengambilan terumbu karang secara sepihak oleh kelompok masyarakat tertentu," kata pimpinan Perama Travel Club, Gede Perama Yogia di Gili Bagi, Desa Labuh Pandan, Kecamatan Sambalia, Lombok Timur, Minggu. Perama Travel Club diberi kepercayaan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk mengelola sekaligus melestarikan Gili Bagi dan Gili Bidara yang terletak di Selat Alas bagian timur, wilayah perairan perbatasan Pulau Sumbawa dan Lombok. Luas Gili Bagi yang dikelilingi pantai pasir putih tersebut hampir 20 hektare, dan luas Gili Bidara yang juga dikelilingi pasir putih itu luasnya sekitar 15 hektare. Gili Bagi dan Gili Bidara letaknya berdekatan dan merupakan bagian dari 33 gili yang berada di wilayah Kabupaten Lombok Timur (Selat Alas bagian timur dan selatan), atau bagian dari 332 gili yang berada di wilayah NTB. Untuk mencapai kedua gili tersebut, bisa menggunakan perahu motor dari Pelabuhan Laut Kayangan di ujung timur Pulau Lombok, dan perlu waktu tempuh sekitar satu jam.Sementara itu, jarak tempuh dari Mataram, ibukota Provinsi NTB ke Pelabuhan Kayangan 100 kilometer lebih, atau sekitar dua jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor. Perama mengatakan pengelolaan dan pelestarian kedua gili tersebut sudah dilakukan sejak 1992, namun upaya pencegahan kerusakan sekaligus penanaman kembali terumbu karang di sekitar gili itu, makin gencar dilakukan pada tahun 2000-an. "Saat itu sejumlah kelompok masyarakat gencar mengambil terumbu karang secara sepihak untuk diolah menjadi kapur, sehingga berdampak pada kelestarian gili di perairan Selat Alas," katanya. Menurut dia, sebelumnya terdapat delapan gili di Selat Alas bagian timur itu, selain kedua gili yang berada dalam pengelolaannya. Lima gili lainnya yaitu Gili Pengadah, Gili Kapal, Gili Kondo, Gili Lawangan, Gili Sulat dan Gili Lampu. Namun, dua gili di antaranya yakni Gili Pengadah dan Gili Kapal yang luasnya lebih kecil dari Gili Bagi, telah punah (tenggelam) akibat kerusakan terumbu karang. Gili Kondo juga terancam punah akibat ulah kelompok masyarakat yang mengeksploitasi terumbu karang secara besar-besaran. "Agar kedua gili ini (Bagi dan Bidara) tidak ikut punah, kami ajak para nelayan untuk mendiaminya, sekaligus menanaminya dengan beragam pohon serta menanam kembali terumbu karang. Gerakan ini kami gelar sekali dalam sepekan," katanya. Ia pun berharap tiga gili lainnya di Selat Alas bagian timur yaitu Gili Lawangan, Sulat dan Lampu juga dapat dilestarikan, karena berpotensi untuk dikelola bagi kemajuan pariwisata. "Luas Gili Lawangan mencapai 513 hektare, dan banyak hutan bakau di tempat itu, sehingga menjadi sarang kelelawar. Demikian pula Gili Sulat yang lebih luas yakni 654 hektare, sarat dengan habitat bakau," kata Perama, pengusaha pariwisata yang juga memiliki agen di Pulau Bali dan Flores NTT ini.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009