Jakarta (ANTARA News/Reuters) - Orang yang optimistis hidup lebi lama, lebih sehat dibandingkan orang yang pesimistis, kata beberapa peneliti AS, Kamis (5/3), dalam studi yang mungkin memberi kaum pesimistis satu lagi alasan untuk menggerutu. Para peneliti di University of Pittsburgh mengkaji angka rata-rata kematian dan kondisi kesehatan kronis di kalangan pasien dalam studi Women`s Health Initiative --yang telah mengikuti perkembangan lebih dari 100.000 perempuan yang berusia 50 tahun ke atas sejak 1994. Perempuan yang memiliki sifat optimistis --orang yang memperkirakan sesuatu yang baik dan bukan buruk akan terjadi-- 14 persen kurang mungkin untuk meninggal akibat penyebab apa pun dibandingkan dengan orang yang pesimistis, dan 30 persen kurang mungki untuk menghembuskan nafas akibat sakit jantung setelah delapan tahun pengamatan dalam studi tersebut. Orang yang optimistis juga kurang mungkin untuk menghadapi tekanan darah tinggi, diabetes atau menghisap rokok. Tim tersebut, yang dipimpin oleh Dr. Hilary Tindle, juga meneliti perempuan yang sangat tak percaya pada orang lain --satu kelompok yang mereka sebut "bermusuhan sangat sinis"-- dan membandingkan mereka dengan perempuan yang lebih mempercayai orang lain. Perempuan di dalam kelompok bermusuhan secara sinis cenderung untuk setuju dengan pertanyaan seperti: "Saya seringkali harus menerima perintah dari seseorang yang tak mengetahui sebanyak yang saya ketahui" atau "Paling aman tak mempercayai seorang pun", kata Tindle dalam suatu wawancara telefon dengan wartawan kantor berita Inggris, Reuters. "Pertanyaan ini membuktikan rasa tak percaya umum pada orang lain," kata Tindle, yang menyajikan studinya pada Kamis dalam pertemuan tahunan American Psychosomatic Society di Chicago. Pola berfikir semacam itu merenggut korban. "Perempuan yang bermusuhan secara sinis 16 persen lebih mungkin untuk meninggal (selama masa studi) dibandingkan dengan perempuan yang tak terlalu bermusuhan secara sinis," kata Tindle. Mereka juga 23 persen lebih mungkin menemui ajal akibat kanker. Tindle mengatakan studi itu tak membuktikan sikap negatif mengakibatkan dampak kesehatan negatif, tapi ia mengatakan semua temuan tersebut benar-benar akan memperlihatkan keterkaitan pada suatu hari nanti. "Saya kira kita benar-benar memerlukan penelitian lebih lanjut guna merancang pengobatan yang akan ditujukan kepada sikap manusia guna melihat apakah semua itu dapat diubah dan apakah perubahan itu bermanfaat bagi kesehatan," katanya. Dan Tindle mengatakan meskipun seorang pesimitis mungkin berpendapat, "Takdir saya sudah diputuskan. Tak ada yang dapat saya lakukan, saya tak yakin itu benar. Kita `kan tidak tahu".(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009