Bandung (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar menyatakan upaya dan langkah yang dilakukan dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia selama ini jauh dari pembunuhan karakter.
"Masalah yang dihadapi dan ditindak KPK adalah sesuatu yang konkret, saya tidak mau membuat 'grey area' (wilayah abu-abu) dalam hukum," katanya saat berbicara pada forum "Dialog Alumni ITB tentang Teknologi, Daya Saing, dan Masa Depan Bangsa" di Institut Teknologi Bandung, Sabtu.
Ia mengatakan, UU nomor 30 tahun 2002 pasal 12 memberi kewenangan pada KPK untuk melakukan penyadapan.
"Kami tidak akan berani melakukan penangkapan dan tidak berani menduga-duga jika belum ada bukti yang konkrit," tegasnya.
Antasari mempresentasikan bagaimana KPK bekerja, bagaimana laporan tindak korupsi dari masyarakat diperiksa kebenarannya oleh tim survey dan kemudian bagaimana surat perintah penyelidikan diturunkan.
Setelah itu, tim KPK baru boleh melakukan penyadapan pada pihak-pihak yang dicurigai korupsi.
"Dari hasil itu, jika kuat buktinya, barulah tim penyelidikan dan calon penyidik diturunkan," kata Antasari.
Ketua KPK menyatakan, tindakan tegas terhadap pelaku korupsi dilakukan tanpa kecuali kepada siapa pun. "Presiden pun akan kami periksa jika memang ada buktinya. Ini telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999."
Target KPK saat ini adalah meminimalkan kebocoran dana gelap, memeriksa utang dan bantuan luar negeri, dan mendata asset negara.
Lain hal, Antasari menyetujui usulan kenaikan gaji bagia pegawai-pegawai kecil.
"Mereka perlu dinaikkan gajinya agar kinerja meningkat, korupsi berkurang. Tapi ini juga masih perlu dibahas secara matang. JIka nanti gaji mereka sudah besar, namun kinerja tidak meningkat bahkan menurun, maka di sini ada kemungkinan berkembang prilaku korupsi," katanya. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009