Sekarang mereka belajar secara daring dan mereka kontak dengan keluarga hampir setiap hari
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang, China, membantah isu penahanan atau larangan terhadap para pelajarnya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, untuk tidak berhubungan dengan dunia luar sejak wabah virus corona jenis baru (COVID-19) merebak.
"Isu itu hanya untuk menarik perhatian asing yang memanfaatkan momentum COVID-19," kata juru bicara Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang Ilijan Anayt, Senin (9/30 malam.
Menurut dia, ada 999 pelajar asal daerah otonomi di wilayah paling barat China yang banyak dihuni etnis minoritas Muslim Uighur itu yang belajar di tiga sekolah menengah di Wuhan.
Oleh karena libur musim dingin kemarin sangat pendek dan padatnya arus mudik Tahun Baru Imlek, lanjut Ilijan, maka 995 pelajar memilih bertahan di Wuhan.
Sejak wabah tersebut berjangkit, Pemprov Hubei dan Pemda Otonomi Xinjiang bekerja sama untuk menghindari meluasnya penularan di sekolah dan menjamin ketersediaan kebutuhan sehari-hari para siswa Uighur di Wuhan.
"Sekarang mereka belajar secara daring dan mereka kontak dengan keluarga hampir setiap hari. Tidak ada satu pun dari mereka yang terinfeksi," ujarnya dengan menambahkan bahwa tidak ada pembatasan bagi mereka untuk menjalankan aktivitas keagamaan sejak Wuhan diisolasi pada 23 Januari 2020.
Ia juga membantah isu adanya 50 pelajar Uighur dari Kota Turpan ke Kota Beihai, Daerah Otonomi Guangxi yang diserang wabah mematikan tersebut.
"Itu sangat tidak masuk akal dan dibuat-buat," ujar jubir beretnis Uighur itu.
Baca juga: Umat Islam di China donasikan Rp185 miliar tanggulangi corona
Baca juga: Xinjiang pastikan tak ada penularan corona di kamp vokasi
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020