Jakarta (ANTARA) - Penurunan kasus COVID-19 di China dan Korea Selatan merupakan salah satu bukti bahwa penularan virus corona baru bisa dikendalikan menurut Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.
"Dari empat negara yang kasus paling banyak, China berhasil mengendalikan epidemi dan sekarang penurunan kasus baru dilaporkan di Republik Korea," katanya dalam taklimat kepada media yang dikutip dari laman resmi WHO pada Selasa.
"Kedua negara ini menunjukkan bahwa tidak pernah terlambat untuk membalikkan gelombang penularan virus ini. Aturan mainnya: jangan pernah menyerah," ia menambahkan.
Menurut laporan WHO, China pada 9 Maret hanya melaporkan 45 kasus baru COVID-19 dari dua provinsi di China daratan dan Hong Kong. Masyarakat China juga sudah mulai kembali beraktivitas sebagaimana biasa, murid-murid mulai masuk sekolah, orang-orang kembali bekerja, dan pabrik-pabrik mulai beroperasi kembali.
Selain itu, dari sekitar 80 ribu orang yang terjangkit COVID-19 di China, lebih dari 70 persennya telah sembuh dan dipulangkan dari rumah sakit.
Upaya Korea Selatan untuk mengendalikan penularan COVID-19 juga mulai menunjukkan hasil, dengan temuan kasus baru menurun dari hari ke hari. Dari 5 hingga 9 Maret, jumlah kasus baru infeksi virus corona di negara itu berturut-turut 438, 518, 483, 367, dan 248 kasus per hari.
"Republik Korea telah meningkatkan upaya-upaya untuk mengidentifikasi semua kasus dan riwayat kontak, termasuk pengukuran suhu drive-through untuk memperluas jaringan dan menangkap kasus-kasus yang mungkin terlewatkan," kata Tedros.
Menurut laporan WHO, hingga Senin (9/3) jumlah total kasus COVID-19 secara global mencapai 109.577 kasus. Tedros mengatakan bahwa sekitar 93 persen dari seluruh kasus COVID-19 berasal dari empat negara, yakni China, Italia, Korea Selatan, dan Iran.
Tedros mengatakan, setiap negara membutuhkan skenario berbeda untuk mengatasi penularan COVID-19 sesuai dengan kondisi masing-masing.
WHO menyarankan negara yang belum melaporkan kasus, negara dengan kasus sporadis, dan negara yang menghadapi kasus pada suatu kelompok fokus untuk menemukan kasus, melakukan pemeriksaan laboratorium, merawat dan mengisolasi pasien, serta melacak riwayat kontak pasien.
Sedangkan negara yang sudah mengalami kasus penularan COVID-19 di masyarakat, menurut WHO, pemeriksaan setiap kasus dugaan infeksi dan pelacakan riwayat kontak lebih menantang.
Upaya harus dilakukan untuk mencegah penularan di tingkat komunitas untuk menekan epidemi pada kelompok-kelompok agar lebih mudah dikendalikan.
Pada konteks tertentu, kata Tedros, negara yang menghadapi penularan COVID-19 dalam masyarakat bisa mempertimbangkan untuk menutup sekolah, membatalkan pertemuan massal, dan langkah lain untuk mengurangi paparan.
Ia mengatakan, saat ini hanya ada segelintir negara yang menghadapi penularan virus corona baru dalam masyarakat secara berkelanjutan.
Indonesia hingga saat ini telah melaporkan 19 kasus COVID-19. Pemerintah menyebutkan kasus tersebut berasal dari kluster kasus yang terjadi di Depok, kasus warga Indonesia yang tertular virus di luar negeri dan kembali ke Indonesia, serta kasus warga negara asing yang tertular di luar negeri kemudian bepergian ke Indonesia.
Tedros menegaskan bahwa tindakan yang tegas dan agresif dalam menangani kasus COVID-19 dapat memperlambat penyebaran virus dan mencegah terjadinya infeksi.
Menurut WHO, unsur fundamental dalam pengendalian penularan COVID-19 sama bagi semua negara, yakni mekanisme tanggap darurat; komunikasi risiko dan pelibatan publik; penemuan kasus dan pelacakan riwayat kontak, upaya kesehatan masyarakat seperti kampanye cuci tangan dan etika batuk/bersih; pemeriksaan laboratorium; perawatan pasien dan kesiapan rumah sakit; pencegahan dan pengendalian infeksi; dan pendekatan seluruh masyarakat dan seluruh pemerintah.
Baca juga:
Jumlah kasus baru COVID-19 di China terus menurun
Pasien positif COVID-19 di Indonesia jadi 19 orang
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020